Bisnis.com, Jakarta – China dan Uni Eropa sepakat membahas tarif kendaraan listrik yang dikirim dari Asia ke benua tersebut. Sementara itu, Uni Eropa akan mengenakan tarif sebesar 48% terhadap ekspor kendaraan listrik dari Tiongkok.

Berbicara dari Bloomberg, Minggu (23/6/2024), Menteri Perdagangan Tiongkok Wang Wentao dan Komisaris Perdagangan UE Valdis Dombrovskis mengumumkan dalam konferensi pers bahwa kedua belah pihak telah sepakat untuk memulai negosiasi.

Pertemuan antara kedua pihak terjadi ketika Wakil Kanselir Jerman Robert Haebeck menegaskan bahwa negara-negara Eropa bersedia melakukan negosiasi mengenai tarif. 

Sementara itu, Habek bertemu dengan Wang Wendu pada Sabtu pagi waktu China.

“Kita harus berhati-hati sekarang, ini adalah langkah pertama dan masih banyak lagi yang akan datang,” kata Habeck, seperti dilansir Bloomberg.

Diskusi ini merupakan langkah awal untuk membahas pajak, Pak. Habeck membenarkan. Menurut dia, kedua belah pihak ingin menjaga level playing field dan menghindari perang pajak.

“Tetapi ini bukan langkah pertama yang mustahil. Itu sebabnya jika Anda ingin menghindari perang pajak dan mencoba menyamakan kedudukan, malam ini adalah malam yang baik.”

Uni Eropa telah meluncurkan penyelidikan terhadap praktik perdagangan tidak adil yang dilakukan Tiongkok. Salah satunya adalah berkembangnya bantuan yang mengancam produk Tiongkok di Uni Eropa.

Sebagai informasi, Komisi Eropa telah mengumumkan bea tambahan hingga 38,1% terhadap kendaraan listrik yang diimpor dari China mulai 4 Juli 2024. Pajak tersebut diterapkan pada Oktober 2023 menyusul penyelidikan anti-subsidi terhadap kendaraan listrik Tiongkok.

UE mengatakan akan mengenakan tarif mulai dari 17,4% pada pembuat mobil listrik BYD hingga 38,1% pada SAIC. Tarif tersebut di atas bea masuk mobil normal sebesar 10%.

Bea masuk baru ini diberlakukan karena produsen mobil listrik Tiongkok mendapat keuntungan dari subsidi yang berlebihan. Hal ini menciptakan ketidakseimbangan bagi produsen kendaraan listrik di Eropa, yang berisiko menekan pendapatan mereka.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel