Bisnis.com, Jakarta – Pemerintah China menolak usulan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk menggunakan dana negara untuk menyelesaikan proyek perumahan akibat krisis real estate.

Menurut laporan Bloomberg, Dana Moneter Internasional (IMF) telah meminta pemerintah Tiongkok untuk segera memberikan dukungan finansial guna menyelamatkan pasar real estat, yang belum mulai tumbuh.

Dana Moneter Internasional memperkirakan stimulus fiskal yang harus dibayarkan pemerintah Tiongkok untuk menstimulasi kembali pasar properti akan setara dengan setidaknya 5,5% dari produk domestik bruto (PDB) Tiongkok dalam waktu empat tahun, atau mencapai setidaknya US$1 triliun. . .

Namun, Zhang Zhengxin, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional untuk Republik Rakyat Tiongkok (RRT), secara efektif menolak proposal tersebut. Ia mengatakan, ada kekhawatiran akan tekanan terhadap perekonomian negara akibat hal tersebut.

“Pemerintah pusat tidak disarankan untuk memberikan dukungan finansial secara langsung, karena hal ini dapat menimbulkan ekspektasi dana talangan pemerintah di masa depan dan karenanya menimbulkan bahaya moral,” kata Zhang, dikutip Minggu (4/7/2024).

Senada dengan itu, Michelle Lam, ekonom Tiongkok di Societe Generale SA, menilai pernyataan Zhang cukup mengecewakan.

Meskipun keputusan ini dimaksudkan untuk menjaga stabilitas pasar kepercayaan, Mitchell percaya bahwa pemerintah Tiongkok mengabaikan situasi memburuk di pasar real estat yang sedang berlangsung. Pasar real estat yang lemah

Seperti diketahui, properti merupakan salah satu sektor yang mempunyai multiplier effect yang luas. Akibatnya, perlambatan penjualan real estat di Tiongkok telah menyebabkan perlambatan perekonomian selama dua tahun terakhir.

Di sisi lain, pemerintah enggan memberikan insentif finansial kepada sektor real estat karena ingin mengalihkan sektor teknologi dan manufaktur ke mesin pertumbuhan ekonomi yang baru.

Meski demikian, pemerintah Tiongkok tidak tinggal diam terhadap kondisi sektor real estate saat ini. Pada Mei 2024, Tiongkok meluncurkan paket penyelamatan sektor real estate sebesar 300 miliar yuan atau 42 miliar dolar AS.

Dengan dana tersebut, pemerintah China membeli beberapa rumah yang diselesaikan oleh pengembang dan menjualnya sebagai perumahan bersubsidi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi peningkatan pasokan perumahan.

Namun, Serena Zhou, ekonom senior Tiongkok di Mizuho Securities Asia Ltd, menjelaskan bahwa jumlah pembayaran masih jauh dari yang diharapkan. Mizuho memperkirakan setidaknya pemerintah China perlu memberikan bantuan hingga 5 triliun yuan untuk mengatasi masalah tersebut.

Serena mengatakan sangat kecil kemungkinannya pemerintah akan mengubah kebijakannya dalam sekejap. Insentif untuk pengembang

Selain mengusulkan agar pemerintah Tiongkok memberikan insentif finansial pada sektor perumahan, IMF juga meminta pemerintah Tiongkok segera melikuidasi pengembang yang bangkrut.

Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi risiko resesi yang jauh lebih besar dan berkepanjangan di pasar real estate.

Selain itu, langkah ini juga diperlukan untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat dan meningkatkan konsumsi, yang akan berdampak positif pada pertumbuhan dan keuntungan fiskal dalam jangka menengah.

Secara terpisah, IMF memperingatkan pemerintah Tiongkok mengenai risiko penurunan pendapatan negara dari tenda bambu secara signifikan.

Dalam laporannya, Dana Moneter Internasional memperkirakan bahwa PDB riil Tiongkok dapat mencapai 5,4% pada tahun 2029, yang merupakan angka rendah dalam skenario deflasi jangka panjang.

Inflasi inti tetap minus 0,1% selama lima tahun. Hal ini dapat mengakibatkan pertumbuhan yang lebih lambat di antara mitra dagang RRT.

IMF mendesak RRT untuk mengurangi penggunaan kebijakan industri yang luas, yang menurut IMF dapat menimbulkan dampak perdagangan yang signifikan.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel