Bisnis.com, Jakarta – Sri Maliani Indrawati mengaku diminta Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk kembali menjabat Menteri Keuangan. Beberapa ahli pun memberikan informasi penting mengenai kinerja Sri Malani sebagai bendahara negara, sejak tahun 2016 hingga saat ini.

Kepala Makroekonomi dan Keuangan, Institute for Development Economics and Finance (INDEF), M Rizal Tawfiqur Rehman menyoroti politik anggaran pada masa rezim Sri Miliani yang selalu defisit – meski selalu 3 persen. .

Persoalannya, Pemerintah selalu berhutang untuk menutupi defisit anggaran. Rizal khawatir APBN ke depannya akan terbebani jika tidak dikelola dengan baik.

Selain itu, lanjutnya, utang pemerintah sebagai bagian terhadap produk domestik bruto cenderung naik atau turun setiap tahun – bukan turun.

Artinya, kalau utangnya bertambah, bukan melunasi utangnya, malah menambah utangnya, kata Rizal dalam wawancara publik secara daring di Universitas Paramadina, Rabu (16/10/2024).

Ia tak memungkiri, terkadang pembayaran utang memang diperlukan. Namun, lanjutnya, utang harus digunakan untuk merangsang pertumbuhan sehingga muncul sumber pertumbuhan ekonomi baru.

Rizal menjelaskan nilai tambah hanya bisa dicapai jika kredit dialokasikan untuk mengembangkan sektor riil seperti industri dan manufaktur.

Jadi pinjaman itu dibayar dengan uang usaha dari pinjaman itu, sebagaimana mestinya. Pinjaman itu bukan untuk pendidikan para pekerja, kata Rizal.

Sementara itu, peneliti Paramadina Public Policy Institute, Septa Dinata, menyoroti perbedaan Sri Maliani dan Prabhu dalam konteks geopolitik. Ia mencontohkan, latar belakang Sri Miliani, karir panjang dan kelulusannya di universitas Amerika membawanya semakin dekat dengan Barat.

“Di sisi lain, Pak Prabowo juga menunjukkan ada kecenderungan aliansinya yang tidak dimilikinya [dengan Barat]. Kalau kita lihat aliansinya setelah terpilih, headline negara-negara yang dikunjunginya adalah China, Rusia, Jepang dan Malaysia,” jelas Septa di acara yang sama.

Oleh karena itu, menurutnya menarik melihat tren geopolitik Indonesia ke depan di tengah perbedaan pendapat antara Prabowo dan Sri Mulani. Selain itu, ia mengingatkan situasi politik saat ini sedang panas, karena adanya perang dagang AS-China dan konflik di Timur Tengah.

Sementara itu, Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (Selios) Neil Al-Huda juga mengkritik memburuknya kinerja manajemen kredit pemerintah di era kepemimpinan Sri Lanka pasca krisis.

Tak hanya itu, ia mengingatkan permasalahan berbagai institusi di Kementerian Keuangan juga perlu mendapat perhatian khusus terkait operasional Sri Maliani. Persoalan lain yang banyak mendapat perhatian adalah persoalan pencucian uang di Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 2023.

“Saya kira harus ada peninjauan kembali terhadap urusan internal departemen keuangan yang merugikan SMI [Sri Malani Indrawati],” kata Huda kepada Bisnis, seperti dikutip Rabu (16/10/2024).

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel