Bisnis.com, Jakarta – Sertifikat tanah atau real estate merupakan salah satu dokumen penting yang membuktikan kepemilikan atas tanah dan bangunan. Dokumen yang diterbitkan Kementerian Pertanian dan Perencanaan Wilayah (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) ini menjadi landasan formal di mata hukum.

Dasar hukum sertifikat tersebut adalah Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997. Dalam pasal 1 ayat 20 peraturan ini dijelaskan tentang pendaftaran tanah, pengertian sertifikat tanah adalah surat bukti hak milik atas hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah dan hak tanggungan. hak. , dan mencatat semuanya dalam daftar tanah.

Merujuk pada aturan tersebut, maka fungsi sertifikat tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 3 adalah untuk: Memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas sebidang tanah, satuan tempat tinggal, dan hak-hak lain yang didaftarkan, dengan membuktikan hal tersebut. sebagai Pemilik Tanah Memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyampaian data Kantor Pertanahan berupa peta pendaftaran, pendaftaran tanah, surat survey, buku tanah dan daftar nama Untuk melaksanakan tertib administrasi pertanahan. .

Selanjutnya menurut fungsinya, terdapat lima jenis hak dasar, yaitu pertama, Sertifikat Hak Milik (SHM); kedua, Sertifikat Hak Pakai Perusahaan (SHGU); ketiga, Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB); keempat, Sertifikat Hak Atas Satuan Rumah Susun (SHSRS), dan kelima, yaitu. bentuk lain selain sertifikat, seperti Akta Jual Beli (AJB) yang merupakan bukti peralihan hak atas tanah setelah proses jual beli. Biasanya AJB bisa berupa kepemilikan tanah, baik itu hak milik, hak guna bangunan, maupun tanah adat (girik). Biasanya AJB dibuat oleh PPAT untuk pengalihan hak atas tanah dan bangunan

Dalam kehidupan sehari-hari, sertifikat banyak digunakan sebagai jaminan kredit di bank dan mempunyai nilai yang sangat tinggi. Namun sebagai sebuah dokumen sah, sertifikat rentan terhadap kerusakan atau kehilangan karena berbagai faktor, seperti pencurian, kebakaran, atau bencana alam. Dikutip dari laman Kementerian Pertanian dan Tata Ruang (ATR), Selasa (20/8/2024) ada sejumlah langkah yang bisa dilakukan untuk mengubah bukti tanah dan bangunan tersebut. Lalu apa yang harus dilakukan jika sertifikat tanah atau rumah hilang atau rusak? Langkah-langkah penanganan kehilangan sertifikat secara mandiri: Laporkan kehilangan: Segera laporkan kehilangan sertifikat tanah atau rumah ke kepolisian setempat. Laporan ini akan diproses untuk mendapatkan Laporan Investigasi (IRR). Permohonan Penggantian Sertifikat: Mengajukan permohonan penggantian sertifikat di kantor BPN. Pemohon harus mengisi formulir yang sesuai dan menandatanganinya di atas stempel. Dokumen yang Diperlukan: Menyiapkan dan menyerahkan dokumen pendukung, seperti KTP, KK dan surat kuasa, jika diperlukan, serta dokumen lainnya sesuai dengan persyaratan terkait. Verifikasi dokumen: Petugas BPN akan memeriksa kelengkapan dan keaslian dokumen yang diserahkan. Publisitas: BPN akan mengumumkan penerbitan sertifikat pengganti melalui surat kabar atau media lain untuk memenuhi prinsip publisitas. Pengumuman tersebut juga akan dipajang di papan pengumuman kantor BPN dan lokasi lahan terdampak, serta di situs resmi BPN. Masa Tunggu 30 Hari: Jika tidak ada keberatan yang diajukan dalam waktu 30 hari, Pemberitahuan Penalti Tetap akan melanjutkan proses penerbitan sertifikat baru. Pembayaran: Pembayaran biaya penerbitan sertifikat pengganti sesuai ketentuan yang berlaku pada Sertifikat Pengganti BPN: Sertifikat rumah pengganti yang diterbitkan oleh BPN mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan sertifikat asli yang hilang. Dokumen ini diberikan nomor seri yang sama dan segera menggantikan sertifikat yang hilang, yang telah dinyatakan tidak berlaku lagi.

Dokumen yang diperlukan untuk pengurusan sertifikat yang hilang atau rusak: formulir permohonan yang telah dilengkapi dan ditandatangani dengan stempel. Surat kuasa jika dikuasakan. Fotokopi identitas pemohon (KTP, KK) dan surat kuasa (jika ada). Fotokopi akta pendirian dan pengukuhan badan hukum (bagi badan hukum). Fotokopi sertifikat (jika ada). Pernyataan tersumpah oleh pemilik hak atau orang yang mengambilnya. Surat pelaporan kerugian dari kepolisian setempat. Biaya penerbitan sertifikat yang hilang atau rusak: Biaya penerbitan sertifikat pengganti diatur sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah mengenai jenis dan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada BPN.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel