Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) mencatat cadangan devisa RI pada akhir Mei 2024 sebesar USD 139 miliar atau setara Rp 2.254,8 triliun (kurs Rp 16.222/AS).
Posisi tersebut meningkat sebesar USD 2,8 miliar atau Rp 45 triliun dibandingkan bulan lalu sebesar USD 136,2 miliar.
Asisten Gubernur sekaligus Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan perkembangan cadangan devisa pada Mei 2024 berdampak pada pajak dan pendapatan jasa, serta penerbitan obligasi pemerintah di seluruh dunia.
Kenaikan cadangan devisa khususnya pajak dan pendapatan jasa, serta penerbitan obligasi internasional oleh pemerintah turut berdampak,” ujarnya dalam siaran pers, Jumat (7/6/2024). .
Ervin mengatakan, posisi cadangan devisa pada Mei 2024 setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Posisi cadangan devisa juga masih di atas tingkat kepatuhan internasional sekitar 3 bulan impor.
“BI menilai cadangan devisa mampu menopang stabilitas sektor eksternal dan menjaga stabilitas perekonomian dan sistem keuangan,” ujarnya.
Erwin menambahkan, BI yakin cadangan devisa ke depan akan mencukupi didukung oleh stabilitas dan prospek perekonomian nasional.
Hal ini juga dibarengi dengan koordinasi respons kebijakan terpadu BI dan pemerintah untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Sebelumnya, Kepala Akuntan Bank Permata Josua Pardede memperkirakan posisi cadangan devisa pada Mei 2024 akan tetap stabil sehingga mempengaruhi masuk dan penerbitan obligasi pemerintah global.
Josua menjelaskan, di satu sisi, capital inflow yang tercatat di pasar saham sebesar US$319 juta atau setara dengan 1,2 miliar dolar AS inflow ke pasar obligasi, sedangkan outflow pasar saham sebesar US$880 juta.
Perkembangan ini juga diikuti dengan penerbitan obligasi samurai dan obligasi biru senilai ¥200 miliar.
“Potensi kenaikan juga didukung oleh perkiraan kami bahwa neraca perdagangan akan mencatat surplus pada bulan Mei karena pulihnya aktivitas manufaktur dan ekspor pasca libur lebaran,” kata Josua.
Di sisi lain, Josua mengatakan permintaan dolar AS kemungkinan akan memperpanjang masa haji untuk menutupi biaya ibadah haji. Hal ini mengurangi potensi peningkatan cadangan devisa.
Selain itu, permintaan dolar AS untuk pembagian dividen dan kupon kepada non-residen, serta mata uang inti juga mampu menurunkan cadangan devisa.
Nantikan berita dan artikel lainnya di Google News dan Channel WA