Bisnis.com, JAKARTA – Menurut Bank Indonesia (BI), transaksi mata uang lokal atau LCT (sebelumnya disebut pembayaran lokal/LCS) antara Indonesia dan China pada periode ini mencapai USD 4,7 miliar atau setara Rp 75,6 triliun (Rp dengan asumsi nilai tukar 16.100 terhadap dolar AS)

Deputi Gubernur Senior BI Bhush Damayanti mengungkapkan tren LCT dengan China mengalami peningkatan dalam dua bulan terakhir. Meskipun perekonomian Tiongkok menghadapi masalah real estate,

“Total kumulatif dari Januari hingga Juni adalah $4,7 miliar, meningkat 45,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hanya $3,222 miliar,” katanya.

Secara spesifik, pada bulan Juni 2024 saja, perdagangan LCT antara Indonesia dan Tiongkok berjumlah $887,43 juta. atau meningkat 80,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. (dari tahun ke tahun)

Sedangkan untuk jumlah pedagang, Destry mengatakan kenaikannya tidak banyak dan berjumlah sekitar 4.379 pedagang.

“Tiongkok berkembang pesat. “Pada bulan Juni, bisnis mereka menyumbang 42,9% dari bisnis LCS kami.”

Damon melihat langkah Indonesia menerapkan LCT sebagai upaya pendalaman pasar keuangan Indonesia.

Hal ini dikarenakan Local Currency Settlement (LCS) yang kini dikenal dengan LCT dan merupakan penyelesaian transaksi bilateral antara dua negara dengan mata uang negara masing-masing. Pembayaran transaksi tunduk pada yurisdiksi masing-masing negara.

Tak hanya itu, LCT kini juga digunakan untuk transaksi pembayaran lintas negara dan transaksi pasar keuangan.

“Oleh karena itu, fragmentasi uang dan konteks pasar keuangan kita akan semakin mendalam. Tampaknya strategi bisnis dan investasi LCT kami mulai menunjukkan hasil positif.”

Di sisi lain, LCT dalam format QRIS Q2 2024, khususnya Quick Response Code Indonesia Standard diperkirakan tumbuh sebesar 225,54% year-on-year (yoy).

Berdasarkan peningkatan transaksi, jumlah pengguna QRIS mencapai 50,5 juta, dan jumlah merchant mencapai 32,71 juta.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel.