Bisnis.com, JAKARTA – Forum Serikat Pekerja Pangan dan Tembakau – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) mengaku geram dengan keputusan pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2024 tentang masalah kesehatan. Perumusan dan penerapan undang-undang ini diyakini menyebabkan industri tembakau (IHT) terpuruk.
Ketua FSP RTMM SPSI Sudarto mengatakan kebijakan ini akan semakin memberikan tekanan pada IHT yang terancam turun lagi setelah beberapa tahun terakhir mengalami penutupan pabrik yang berujung pada banyak PHK.
“Kalau lihat ada industri yang dijual, cek, ada yang sudah terjual, PP kesehatan bukan satu-satunya masalah, pajak dan lain-lain juga terdampak, pemerintah tidak peduli dengan pekerjanya,” kata Sudarto saat ditemui di situs tersebut. Kantor Apindo, Rabu (11/9/2024).
Selain PP Kesehatan, pemerintah baru-baru ini juga menerbitkan rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) dari PP No. 28/2024. Berbagai kebijakan dalam UU ini semakin banyak diterapkan pada IHT tanpa memperhatikan nasib industri dan turunannya.
Memang, Sudarto menjelaskan, IHT terus menurun sejak 13 tahun lalu. Jika mengacu pada data Kementerian Perindustrian, pada tahun 2011 terdapat 2.540 pabrik rokok, namun pada tahun 2024 terdapat 230 pabrik rokok.
“Bisa dibayangkan berapa banyak pekerja yang terlibat dalam hal ini? Meski rokok itu kuat, tapi seperti kita tahu, besaran pengurangannya luar biasa,” jelasnya.
Dari data FSP RTMM SPSI tercatat sejak tahun 2015 terdapat lebih dari 300.000 pekerja di sektor tembakau dan makanan minuman, dan kini hanya 222.787 pekerja. Pekerja pabrik rokok sendiri masih menjadi mayoritas dalam serikat pekerja atau 143.127 orang.
Situasi ini, menurut Sudarto, menjadi bukti pemerintah sangat menaruh perhatian terhadap industri dalam negeri. Faktanya, Indonesia adalah produsen tembakau, bukan sekadar pedagang produk tersebut.
“Dalam 9 tahun, 44 perusahaan hilang atau tutup, 67.779 pekerja kita kehilangan pekerjaan, jutaan pekerja IHT, kita tidak semua anggota, kita tidak semua serikat pekerja,” ujarnya.
Informasi Anda, di tingkat nasional, memproduksi tembakau, yaitu rokok, berkurang dari 350 miliar batang pada tahun 2019 menjadi kurang dari 300 miliar batang per tahun saat ini.
Direktur Minuman, Tembakau, dan Bahan Baku Kementerian Perindustrian Merrijantij Punguan Pintaria mengatakan, pihaknya tidak menampik tekanan IHT tinggi seiring menurunnya harga dan daya beli.
Padahal, IHT menyerap cukup banyak tenaga kerja, sekitar 6 juta orang. “Kami dengar ada 6 juta pekerja yang terlibat langsung dan tidak langsung, sehingga kebutuhan 6 juta pekerja itu harus kita penuhi,” ujarnya.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan Channel WA