Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menanggapi tuntutan para pekerja agar penetapan upah minimum tidak mengacu pada sistem yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.51/2023 tentang pengupahan.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan pemerintah akan menerima pandangan buruh terkait penghitungan upah minimum.

“Kami menyambut baik pandangan kaum buruh dan kami memahaminya,” kata Yassierli saat rapat di Gedung Parlemen, Rabu (30/10/2024).

Sementara itu, Dewan Ketenagakerjaan Nasional (Depenas) membahas soal upah minimum. Depenas yang meliputi pemerintah, dunia usaha, dan pekerja menunggu informasi dari Badan Pusat Statistik (BPS) untuk membandingkan angka upah dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Di antara tokoh-tokoh tersebut, kata Yassierli, pihaknya akan berupaya mencari solusi terbaik bagi semua pihak dalam hal penetapan upah minimum. Sistem yang digunakan dalam penetapan gaji tahun ini masih mengacu pada PP No.51/2023.

Kalau aturan ini, rumus menghitung upah minimum adalah UM(t+1) = UM(t) + Nilai UM(t+1) yang disesuaikan. Yang dimaksud dengan UM (t+1) adalah upah minimum yang akan ditentukan, sedangkan UM (t): upah minimum tahun ini. 

Saat ini UM(t) menunjukkan gaji terendah tahun ini.  Keseimbangan indeks upah minimum dihitung sebagai berikut: Adjusted Rate UM(t+1) = {Inflasi + (PE x α)} x UM (t). 

Indikator α yang dimaksud merupakan variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pembangunan perekonomian suatu provinsi atau daerah/kota, dengan nilai 0,10 hingga 0,30.

Direktur Jenderal Pembinaan Industri dan Jaminan Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri mengatakan pihaknya telah menerima masukan dari Kementerian Pendidikan Nasional mengenai beberapa tanda yang ditunjukkan alpha. 

Indah mengatakan, usulan Depenas ada dua. Pasalnya, terdapat perbedaan rekomendasi mengenai nilai alpha, baik bagi pengusaha maupun karyawan. Dia menunjukkan bahwa pengusaha merekomendasikan bahwa nilai rata-rata alpha harus berada pada tingkat 0,30, sedangkan pengusaha harus antara 0,3 dan 1.

“[Nilai alpha] ini belum ditentukan karena baru kali ini Kemendikbud menerapkan sistem yang terbagi antara pegawai dan pegawai,” kata Indah.

Namun, ia yakin ada jalan keluar dari perbedaan skala alpha tersebut, dengan menegosiasikan kompromi antara pengusaha dan pekerja. 

Berdasarkan keterangan Bisnis, PP No.51/2023 ditolak pegawai. Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Iwan Kusmawan mengatakan, upah minimum yang menjadi salah satu tolok ukur utama bagi pekerja untuk mencari nafkah saat ini tetap mengikuti peraturan perundang-undangan yang ada, kali ini PP No.51/2023 . 

Dalam aturan tersebut, pemerintah menjadikan alpha sebagai salah satu kriteria penentuan upah minimum. Akibatnya, upah minimum naik secara perlahan.

Menurut studi yang dilakukan serikat pekerja, kenaikan gaji seharusnya lebih dari 5 persen. Hal ini memperhitungkan kebutuhan sehari-hari, tidak hanya pangan, tetapi juga kebutuhan lain seperti pendidikan dan kebutuhan anak.

Jika tidak dilupakan, saat ini terjadi penurunan daya beli masyarakat. Dengan rendahnya pendapatan maka pekerja akan kesulitan meningkatkan produktivitasnya.

“Sebenarnya kebutuhan tenaga kerja yang mendesak karena daya beli pekerja yang menurun. “Sekarang terjadi penurunan pendapatan selama lima bulan berturut-turut, dan kebutuhan pekerja dipenuhi dari pendapatan,” kata Iwan saat dihubungi Bisnis, Rabu (23/10/2024).

Oleh karena itu, Ketua Serikat Pekerja Indonesia (Aspirasi) Mrah Sumirat memperkirakan kenaikan gaji akan kecil jika menggunakan formula yang tertuang dalam PP No.51/2023.

“Usulan UMP 2025 masih menggunakan sistem yang mengacu pada PP No 51/2023, jadi saya jamin satu, gajinya murah,” kata Mrah saat dihubungi Bisnis, Minggu (29/9/2024). 

Selain itu, ia meyakini kondisi perekonomian negara masih akan terpuruk dan kesenjangan kemiskinan akan semakin besar jika pemerintah tetap menggunakan sistem penetapan upah dalam PP No.51/2023.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel