Bisnis.com, JAKARTA — PT Taspen (Persero) menyatakan pada 2023 harus membayar klaim sebesar Rp 15,930 miliar. Sementara iuran yang dipungut dari pemotongan gaji PNS kepada pejabat negara seperti anggota DPR hanya sebesar Rp 8,41. . triliun
Dalam situasi seperti ini, dari mana dana Taspen untuk menutupi pembayaran iklan tahunan?
Plt Direktur Utama PT Taspen (Persero) Rony Hanityo Aprianto mengatakan, iuran yang dibayarkan hampir dua kali lipat dari bisnis yang dilakukan perseroan. Oleh karena itu, kesenjangan tersebut ditutupi oleh kemampuan manajemen dalam mengelola investasi.
“Pendapatan utama Taspen adalah iuran dan premi sebesar Rp 8,41 triliun, sedangkan pengeluaran kami hampir dua kali lipat dari iuran dan premi,” kata Rony dalam Sidang Komisi VI DPR RI, Senin (24/6/2024).
Ia mengatakan, penghargaan yang diterima sangat sedikit dibandingkan beban permintaan. “Kompensasinya berasal dari laba atas investasi,” ujarnya.
Rony mengatakan iuran dan premi berasal dari pekerja dan pemberi kerja. Untuk THT iurannya sebesar 3,25% sedangkan program pensiun sebesar 4,75% dari gaji pokok dan tunjangan keluarga. Sedangkan program JKK dan JKM ditanggung oleh pemerintah.
Taspen sendiri tercatat memiliki dana kelolaan sebesar Rp 148 triliun pada akhir tahun 2023. Dibandingkan Rp 142 triliun pada tahun sebelumnya.
Tahun lalu, return on investment (YOI) mencapai Rp 8,49 triliun atau setara 7,21%. Keuntungan investasi tersebut membuat perseroan membukukan laba sebesar Rp 805 miliar pada tahun lalu.
Kekhawatiran DPR terhadap Dana Pensiun
Dalam kesempatan itu, Komisi VI DPR RI menyampaikan keprihatinannya terhadap keadaan dana pensiun Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Wakil Ketua Komisi VI Aria Bima menekankan akutnya persoalan pengelolaan dana pensiun BUMN. Situasi PT Taspen misalnya, saat ini sedang mengalami pergantian direksi. Ia berharap perubahan ini bersifat definitif dan menyelesaikan permasalahan yang ada, terutama pada aspek investasi yang tidak memenuhi prinsip kehati-hatian.
Selain itu, Aria mengatakan, informasi yang diterima Komisi VI DPR RI menunjukkan skema pengelolaan dana pensiun di beberapa BUMN terkesan pucat dan tidak transparan. Manajemen yang tidak kompeten juga memperburuk situasi ini.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel