Bisnis.com, Jakarta – Satuan Kerja Khusus Industri Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memastikan Zarubezneft akan keluar dari blok Tuna pada akhir tahun ini.
Saat itu, blok tuna dimiliki oleh perusahaan Inggris Premier Oil Tuna B.V. (Harbour Energy Group) memiliki 50% saham Premier Oil bermitra dengan ZN Asia Ltd., anak perusahaan perusahaan milik negara Rusia Zarubezneft, yang memiliki 50% sahamnya.
SK
Makanya ZN harus mundur karena menghambat proyeknya, makanya ZN berjanji mundur tahun ini, kata Bi saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (6/6/2024).
Sambil menunggu proses partisi selesai; Dwi memastikan pengembangan Blok Tuna masih terus berjalan.
Kemitraan sebelumnya dengan BUMN Rusia membuat rencana pengembangan blok tuna Harbour Energy sulit tercapai. Hal ini disebabkan pembatasan yang diberlakukan oleh Uni Eropa dan pemerintah Inggris Sejak awal tahun lalu, Uni Eropa dan pemerintah Inggris telah mengikuti sikap invasi Rusia ke Ukraina.
“Saat JN mengelola pengalihan tersebut, Harbour menerapkan FEED dan banyak proses pengadaan yang diperlukan,” katanya.
Sementara itu, blok Tuna memiliki potensi gas sebesar 100 hingga 150 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd). Investasi untuk mengembangkan sektor ini hingga tahap operasional setara dengan sekitar USD 3,07 miliar atau Rp 45,4 triliun.
Perkiraan biaya investasi untuk mengembangkan ladang tuna adalah sebesar $1,05 miliar (termasuk sunk cost). Biaya operasional mencakup investasi sebesar US$2,02 miliar dan biaya pengabaian dan restorasi lokasi (ASR) di AS. 147 miliar kyat
Untuk menggairahkan perekonomian, pemerintah menawarkan beberapa insentif hingga masa produksi 2035 atau 11 tahun ke depan. Total pendapatan pemerintah setara dengan $1,24 miliar atau Rp18,4 triliun
Sedangkan total pendapatan kontraktor sebesar $773 juta atau setara Rp11,4 triliun dan biaya cost recovery sebesar $3,315 miliar. Produksi gas alam dari lapangan Tuna rencananya akan diekspor ke Vietnam pada tahun 2026.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel