Bisnis.com, JAKARTA – Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex, Ivan Setiawan menegaskan, Lukminto tidak melakukan PHK ribuan pekerja secara massal meski di tengah kebangkrutan.

Hal itu dicontohkan Ayvan saat Sritex memberhentikan 2.500 karyawannya.

Sejauh ini Sritex belum melakukan PHK terhadap siapapun yang berstatus pailit tersebut, kata Ivan dalam jumpa pers di kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Rabu (13/11/2024).

Alih-alih merumahkan pekerja, Ayvan mengaku justru merumahkan 2.500 pekerja karena kekurangan bahan baku. Dia mengungkapkan, ketersediaan bahan baku hanya cukup untuk tiga minggu ke depan.

Dia memperkirakan jumlah pekerja yang di-PHK akan terus bertambah kecuali jika Wali Amanat dan hakim pengawas memutuskan kelangsungan usaha. Jika tidak ada kelangsungan usaha, Ayvan khawatir akan adanya PHK di perusahaannya.

“Kalau tidak ada kesinambungan maka ada ancaman PHK. Jadi jangan sampai menambah masalah,” ujarnya. 

Ayvan juga menyayangkan adanya kesenjangan antara visi dan misi kurator dengan manajemen Sritex. Menurutnya, kurator mengabaikan kelangsungan usaha dan hanya mementingkan ketertiban. Pada saat yang sama, manajemen berharap bisnis tetap berjalan karena tidak perlu memberhentikan karyawan. 

Berdasarkan catatan dunia usaha, Sritex resmi dinyatakan pailit berdasarkan Perkara Pengadilan Negeri Semarang Nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg. Putusan pailit Sritex dan perusahaan lainnya dibacakan di Pengadilan Negeri Semarang Niaga pada Senin (21/10/2024).   

Meski demikian, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan pabrik Sritex tetap berproduksi untuk memenuhi pesanan pasar. Menurutnya, untuk mempertahankan pasar luar negeri meski bangkrut, perlu dibuka pintu ekspor produk Sritex.

“Mereka masih berproduksi, tapi barangnya tidak bisa keluar dari pabrik dan tidak bisa keluar dari wilayah penjaminan. Dengan begitu, pemerintah bisa mengesahkan pajak bea dan cukai atas barang yang mereka hasilkan dan mengekspornya,” kata Agus, Selasa (17/7). 29/10/2024) dikutip.  

Langkah ini harus diambil agar pekerja pabrik Sritex tidak terkena PHK. Berdasarkan keterangan manajemen Sritex, Sritex Group saat ini mempunyai tenaga kerja sebanyak 50.000 karyawan. 

Pemerintah melakukan sejumlah upaya untuk memastikan bahwa perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara ini terus memproduksi dan mempertahankan puluhan ribu pekerja yang saat ini dipekerjakannya.  

Hal ini juga dibenarkan oleh Reni Yanita, Plt Direktur Jenderal Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) yang mengatakan Sritex beroperasi pada kapasitas produksi 65%, naik dari 40% pada masa pandemi. 

“Sritex masih berproduksi dan utilisasinya 65%, jadi lain halnya kalau ditutup. Itu komitmen pemilik untuk mempertahankan tenaga kerja,” ujarnya.  

Namun Kementerian Perindustrian masih mampu menyerap produk TPT dari pabrik dengan bekerja sama dengan Kementerian/Organisasi lain untuk membekukan izin ekspor dan impor akibat keputusan pailit Sritex.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA