Bisnis.com, SYDNEY – Berbagai inovasi teknologi baterai terus berkembang di tengah tren kendaraan listrik yang semakin meningkat.

Salah satu inovasi baterai yang dapat menjadi alternatif penggunaan baterai lithium-prophosphate (LFP) dan nickel-manganese-cobalt (NMC) adalah baterai sodium-ion. Baterai berbahan dasar senyawa garam ini juga dikembangkan oleh Universitas Wollongong di Australia.

Direktur Energy Futures Network di Universitas Wollongong di Australia, Ty Christopher, mengatakan baterai natrium-ion memiliki potensi menjanjikan untuk menyaingi popularitas litium sebagai bahan baterai.

“Jadi masih dalam tahap penelitian, tapi sangat menjanjikan. Tentu saya berharap suatu saat kita tidak perlu bergantung pada lithium lagi,” kata Christopher saat Bisnis berkesempatan mengunjungi Kampus Inovasi Universitas Wollongong. , New South Wales, baru-baru ini.

Menurutnya, baterai sodium-ion memiliki keunggulan jauh lebih murah dibandingkan baterai berbasis lithium. Selain itu, bahan baku baterai ion natrium sangat melimpah di Bumi.

“Kalau mau pakai natrium, ada reservoir natrium yang sangat besar. Namanya Samudera Pasifik,” candanya.

Sayangnya, kata Christopher, baterai sodium-ion masih kurang efisien dibandingkan baterai berbasis lithium. Kepadatan energinya relatif rendah sehingga tidak dipilih sebagai bahan baterai kendaraan listrik.

Masalahnya lithium sangat bagus dalam hal kepadatan penyimpanan, sedangkan natrium hanya setengah efisiensinya dibandingkan lithium. Ketika orang membeli mobil listrik, mereka menginginkan jarak tempuh yang lebih jauh, bukan setengahnya, tambahnya.

Oleh karena itu, teknologi baterai ion natrium masih perlu ditingkatkan.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel