Bisnis.com, Jakarta – Pengamat telekomunikasi menilai base transceiver station (BTS) dengan teknologi 2G masih relevan dan diperlukan di era Internet. Kontribusi pendapatan dari teknologi lama ini juga cukup besar. 

Ian Yosef M. Edwards, Presiden Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB), mengatakan sinyal 2G akan terus berkembang di masa depan.

Menurut Ian, jika dilihat dari layanan, voice masih cukup tinggi dan menghasilkan pendapatan rata-rata per pengguna atau average revenue per unit (ARPU) yang menarik. Miliaran rupee mengalir melalui teknologi kuno ini. Memorandum Informasi Telkom Semester I/2024 menunjukkan meski terus menurun, namun pendapatan Telkom dari layanan 2G seperti panggilan suara dan SMS masih di atas Rp 4 triliun. 

Kutipan dari Investopedia, Kamis (8/1/2024) ARPU biasanya dihitung dengan membagi total pendapatan dengan jumlah unit, pengguna atau pelanggan.

Faktanya, BTS 2G juga akan ditarik dari layanan 4G, dengan frekuensi yang berbeda, kata Ian kepada Bisnis, Kamis (8/1/2024).

Ian menjelaskan, perangkat radio memiliki jaringan 2G dan 4G. Selain itu, bandwidth 2G tidak terlalu besar. Selain itu, tambah Ian, ada juga sejumlah operator yang memiliki bandwidth 900 MHz yang hanya cocok untuk ekosistem 2G.

Oleh karena itu, Ian menilai jaringan 2G tidak bisa ditutup seperti 3G. Hal ini sesuai dengan keberadaan beberapa operator yang memiliki bandwidth 7,5 MHz.

Sedangkan bandwidth yang dibutuhkan untuk jaringan 2G adalah 200 kHz, yaitu 3G 5 MHz dan 4G 15 MHz. Mengingat pemerintah telah menutup jaringan 3G, maka bandwidth 7,5 MHz hanya tersedia untuk jaringan 2G.

“Jadi 2G tidak akan mendapat perlakuan yang sama dengan 3G. BTS 2G tidak akan dimatikan karena masalah bandwidth,” ujarnya.

Sependapat, Agung Harsoyo, Dosen Telekomunikasi sekaligus Guru Besar Sekolah Teknik Elektro dan Komputer Institut Teknologi Bandung (STEI ITB), mengatakan BTS 2G masih menjadi pilihan karena masih ada perangkat yang menggunakan 2G, seperti data elektronik. Mesin penangkap (EDC).

Sedangkan untuk operator seluler, Agung mengatakan pembagian sumber daya dapat dioptimalkan berdasarkan rasio 2G dan 4G.

Konsepnya ‘BTS Umbrella’, misalnya pelanggan yang dekat dengan BTS akan mendapat layanan 4G/5G, sedangkan yang lebih jauh akan mendapat layanan 2G. Saat ini sebagian besar layanan merupakan kombinasi 2G/4G Bisnis.

Dari sisi investasi, Agung mengatakan penyediaan jaringan 2G/4G merupakan pilihan terbaik. Dalam hal ini, setiap operator seluler memantau perangkat yang digunakan pelanggannya, yakni 2G atau 4G. Sementara proporsi 5G disebut relatif kecil.

Terkait pemadaman 2G, Agung mengatakan keputusan tersebut bergantung pada data pelanggan yang selalu dipantau oleh operator seluler. “Ketika pengguna 2G lebih sedikit, operator seluler bisa mematikan 2G,” ujarnya.

Di sisi lain, Heru Sutadi, Direktur Eksekutif Institut ICT Indonesia, menilai pemerintah perlu mematikan BTS 2G seperti 3G.

“Harus ada insentif pemerintah untuk mematikan 2G karena banyak negara yang mematikan 2G selama ini. Hanya Indonesia yang mematikan 3G,” kata Heru kepada Bisnis.

Meski demikian, Heru tidak memungkiri masih banyak perangkat yang menggunakan jaringan 2G. Namun banyak masyarakat yang hanya menggunakannya untuk menerima SMS atau menelpon sehingga tidak bisa dilacak lokasinya, ujarnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel