Bisnis.com, Jakarta – Pemerintah mengusulkan perpanjangan kebijakan insentif restrukturisasi pinjaman Covid-19 hingga tahun 2025. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) pun buka suara.

Perlu diketahui bahwa Kebijakan Insentif Restrukturisasi Utang COVID-19 Kebijakan ini diberlakukan pemerintah mulai Maret 2020, setelah itu kebijakan tersebut akan berakhir pada 31 Maret 2024.

Supari, Direktur Departemen Bisnis Mikro BRI, mengatakan rencana pemerintah meningkatkan pelonggaran dalam restrukturisasi kredit terdampak Covid-19, BRI akan menaati dan melaksanakan kebijakan tersebut jika disetujui.

BRI melaksanakan Program Restrukturisasi Kredit Covid-19 mulai Maret 2020 untuk melindungi sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dari dampak pandemi Covid-19, sesuai dengan Keputusan Komite Eksekutif OJK No.34/KDK. 03/2022 Program ini berakhir pada 31 Maret 2024.

Dalam restrukturisasi, BRI fokus pada kesehatan konsumen dan sebagai langkah preventif di masa pandemi. “BRI juga menciptakan cadangan yang lebih konservatif untuk memperkirakan risiko di masa depan,” kata Supari kepada Bisnis, Minggu (30/6/2024).

Suparee mengatakan, BRI ke depan berharap daya beli masyarakat semakin kuat dan konsumsi rumah tangga meningkat.

“Karena kedua faktor tersebut merupakan pendorong utama pertumbuhan kredit UMKM, maka keduanya merupakan kontributor utama dan tulang punggung perekonomian Indonesia di tengah kondisi makroekonomi yang penuh tantangan,” kata Supari.

Per Maret 2024, BRI tetap melaporkan saldo kredit restrukturisasi utang Covid-19 sebesar Rp 41,5 triliun. BRI melaporkan rasio kredit bermasalah (NPL) bruto sebesar 3,27% per Maret 2024, naik dari 3,02% per Maret 2023 Bersih NPL meningkat menjadi 1% dari 0,82%.

Sementara itu Pemerintah mengusulkan perpanjangan kebijakan insentif restrukturisasi kredit Covid-19 hingga tahun 2025. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlanga Hartarto mengatakan pemerintah akan mengusulkan perpanjangan kebijakan insentif restrukturisasi kredit Covid-19 sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Otoritas (OJK) melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)

“Perintah Presiden adalah Kredit restrukturisasi utang akibat COVID-19 Harusnya jatuh tempo Maret 2024 lalu ditunda ke 2025 melalui Gubernur KSSK dan BI,” ujarnya di Kompleks Istana awal pekan ini (24/6/2024).

Airlanga menjelaskan, tujuan peningkatan insentif tersebut adalah untuk mengurangi beban perbankan untuk menutup kerugian akibat meningkatnya kredit bermasalah.

Mahendra Siregar, Ketua Dewan Pengawas OJK, menjelaskan, ketika memutuskan mengakhiri restrukturisasi kredit Covid-19 pada Maret 2024, OJK sudah memperhitungkan dampaknya.

OJK juga mempertimbangkan kecukupan modal. Dana cadangan atau CKPN, likuiditas dan potensi pertumbuhan kredit lembaga keuangan

Meski demikian, OJK memahami usulan pemerintah untuk memperluas restrukturisasi kredit Covid-19. “Perhatian khusus diberikan pada potensi pertumbuhan kredit pada segmen tertentu,” ujarnya usai talkshow Bundaku Finansial Edukasi, Selasa (25/6/). 2024)

OJK juga akan mengkaji usulan pemerintah untuk memperpanjang restrukturisasi pinjaman Covid-19. “Untuk itu kami sedang mengevaluasi keduanya terkait dengan apa yang sudah selesai pada Maret lalu. Restrukturisasi pinjaman pandemi Termasuk permasalahan yang terjadi “(Dengan perpanjangan restrukturisasi pinjaman Covid-19) potensi pertumbuhan pada segmen pinjaman tertentu terbatas,” ujarnya.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan saluran WA.