Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) tengah merancang program belanja haji agar tidak lagi bergantung pada imbal hasil pengelolaan. Hal itu diungkapkan Sekretaris Badan BPKH Ahmad Zaki di ruang kerjanya pekan lalu (1/8/2024).

Menurut Zaki, sejak tahun 2017, terjadi tren pemanfaatan nilai keuntungan dana haji untuk mensubsidi sebagian biaya perjalanan haji. “BPKH juga merancang masyarakat mandiri secara finansial,” kata Zaki.

Tahun ini, pemerintah menetapkan Biaya Penyelenggaraan Kehidupan (BPIH) 2024 sebesar Rp 93,4 juta. Dari jumlah tersebut, biaya perjalanan haji (Bipih) yang harus dibayar jamaah berjumlah Rp56,04 juta atau sekitar 60% dari total BPIH. Sisanya sebesar 40 persen atau Rp 37,46 juta ditanggung oleh nilai manfaat pengelolaan simpanan awal dana haji.

Namun permasalahan muncul ketika nilai manfaat yang dijadikan subsidi pemberangkatan 201.063 jemaah pada tahun 2023 dianggap haram oleh Majelis Ulama Indonesia. Pasalnya, nilai manfaat tersebut berasal dari dana haji yang terkumpul dari 5,2 juta jamaah yang terdaftar di BPKH. Majelis Ulama Indonesia (MUI) berpendapat bahwa menggunakan pendapatan investasi dari setoran awal biaya perjalanan haji (Bipih) untuk membiayai ibadah haji jamaah lain adalah haram.

Ke depan, BPKH berencana menambah saldo virtual rekening jemaah haji dengan mentransfer nilai manfaat pengelolaan dana haji ke masing-masing rekening. “Begitu mendapat nilai keuntungan Rp 10.000 miliar, langsung dibagikan ke masing-masing 5,2 juta jemaah. Harapan kami, saldonya akan terus meningkat. Sebab, kalau ada subsidi, jumlahnya sangat kecil. Kita bidik sistem pembiayaan yang mandiri,” tutupnya.

Dia menjelaskan, sistem bagi nasabah untuk membayar sendiri biaya haji di virtual account yang telah mereka siapkan belum bisa diterapkan karena menunggu keputusan pemerintah terkait fatwa MUI.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel