Bisnis.com, JAKARTA – Badan Reserse Kriminal atau BPK menemukan permasalahan akuntansi dan timing yang tidak tepat oleh Bapanas yang menyebabkan banyak harga produk makanan meroket.

Temuan itu diungkapkan BPK dalam dokumen Ikhtisar Pemeriksaan Semester I (IHPS) 2024.

Pihak BPK menyatakan sudah mengupayakan ketersediaan dan keterjangkauan pangan. Akibatnya banyak permasalahan yang terungkap, seperti supply chain dan persyaratan logistik yang masih belum sepenuhnya valid dan terupdate.

Pada tahap ini, Badan Keamanan Pangan Nasional (Bapanas) belum menghasilkan prakiraan ketahanan pangan yang akurat berdasarkan produksi dan kebutuhan informasi yang relevan, berkala, dan berkoordinasi dengan Sistem Pengawasan Stok Produk (SNANK).

Oleh karena itu, prakiraan neraca pangan Bapanas dan neraca komoditas beras, jagung, kedelai, bawang merah, cabai, gula pasir, daging sapi, ayam ras, dan telur ayam ras pada SNANK tidak dapat dijadikan sebagai alat ukur dalam pengambilan keputusan dan perencanaan kebijakan. Penyediaan harga pangan nasional, termasuk penyesuaian kondisi dan kebijakan impor,” tulis laporan BPK.

Oleh karena itu, BPK merekomendasikan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait untuk mengintegrasikan informasi digital dan formal mengenai kebutuhan, produk, produksi, distribusi, dan impor pangan.

Selain itu, harga bahan pokok tidak sesuai dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) / Harga Usulan Pembelian (HAP) / Harga Pasar Tinggi (HET).

Perusahaan BPK mencontohkan, harga banyak bahan pangan, terutama beras, jagung, kedelai, dan daging sapi akan naik antara tahun 2021-2023. Bahkan, rata-rata kenaikan harga pada tahun 2023 lebih tinggi dibandingkan tahun 2022 – melebihi harga referensi yang ditetapkan Bapanas.

Laporan tersebut menambahkan, “Hal ini berpotensi membuat harga beberapa bahan pangan menjadi tidak terjangkau oleh masyarakat dan mengancam ketahanan pangan nasional.”

BPK merekomendasikan agar Presiden Bapanas mengarahkan Direktur Produksi Pangan dan Pengendalian Harga agar efektif dalam melaksanakan strategi pengaturan harga pangan dan evaluasi fasilitasnya.

Lebih lanjut, BPK juga memeriksa 83 laporan keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) dan satu laporan keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) tahun 2023.

Hasilnya, BPK memberikan opini negatif (WTP) terhadap 79 LKKL dan 1 LKBUN serta opini kuat (WDP) terhadap 4 LKKL. Oleh karena itu, keberhasilan WTP secara keseluruhan adalah 95%.

Meskipun angka tersebut mencapai target kegiatan prioritas reformasi sistem dokumen lembaga pemerintah pusat sebagaimana ditetapkan dalam RPJMN 2020-2024 (95%), angka tersebut bisa saja turun. Pada tahun 2019, BPK memberikan opini WTP sebesar 97%.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan Channel WA