Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan) Ali Ghufron Mukti mengaku pihaknya tidak bisa hanya mengandalkan hasil investasi untuk menutupi klaim asuransi kesehatan yang ditanggung BPJS Kesehatan.

Pada tahun 2023, kontribusi pendapatan Dana Jaminan Kesehatan dan Sosial (DJS) mencapai Rp151,69 triliun, lebih kecil dibandingkan beban asuransi kesehatan yang sebesar Rp158,85 triliun. Kondisi ini lebih buruk dibandingkan tahun 2022, ketika pendapatan yang dikontribusikan hanya mampu menutupi total biaya klaim. Masing-masing bernilai Rp144,4 triliun berbanding Rp113,47 triliun.

Pada tahun 2023, DJS Kesehatan masih tetap untung berkat pendapatan investasi sebesar Rp5,71 triliun dibandingkan tahun 2022 sebesar Rp2,88 triliun atau meningkat 97,92%.

“Kita masih punya aset yang hasil investasinya macam-macam, tapi dua tahun sekali sudah waktunya disesuaikan karena bisa dinilai,” kata Ghufron kepada Bisnis. 22 September 2024).

Meski Peraturan BPJS Kesehatan mengatur penilaian tarif setiap dua tahun sekali, namun dalam praktiknya pemerintah telah menangguhkan tarif iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan selama empat tahun. Terakhir kali iuran BPJS kesehatan dinaikkan adalah pada 1 Juli 2020 sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020.

Situasi ini menjadi lebih sulit ketika inflasi layanan kesehatan di Indonesia tetap berada pada angka 13% pada tahun 2024, menurut perkiraan inflasi layanan kesehatan Mercer Marsh Benefits (MMB) Health Trends 2024.

Dengan biaya yang tidak naik meski ada inflasi medis, Ghufron mengatakan BPJS Kesehatan menerapkan strategi yang mencakup pengendalian penipuan. Penipuan ini mengakibatkan BPJS Kesehatan membayar lebih dari yang diharapkan.

CEO Gufron berkata, “Dengan bekerja sama dengan berbagai saluran pembayaran, kami telah meningkatkan tingkat pengumpulan dan jumlah saluran pembayaran telah mencapai lebih dari 190,000.”

Adapun besaran iuran BPJS kesehatan saat ini, iuran untuk peserta JKN atau peserta mandiri Kelas I sektor bukan penerima upah (PBPU) sebesar Rp150.000, Kelas II Rp100.000, dan Kelas III Rp42.000 per orang per bulan, dengan subsidi sebagai berikut: Dengan biaya bulanan sebesar Rp7.000 per orang dari pemerintah, jumlah yang dibayarkan peserta Kelas III hanya sebesar Rp35.000.

Saat ini terdapat ruang untuk penyesuaian tarif BPJS kesehatan sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024. Aturan tersebut mewajibkan penerapan Pemeringkatan Rawat Inap Standar BPJS Kesehatan (KRIS) paling lambat Juni 2025.

Ghufron mengatakan, dengan berlakunya KRIS maka tarif akan mengalami kenaikan, khususnya untuk Kelas I dan II. “Iya boleh naik. Saya kira sudah waktunya naik.

Simak berita dan artikel lainnya dari Google News dan WA Channel.