Bisnis.com, JAKARTA – Petani berharap proyek Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang mengelola sektor kakao dapat mengatasi sederet permasalahan yang dihadapi perkebunan kakao.

Ketua Eksekutif Asosiasi Petani Kakao Indonesia (Apkai), Arif Zamroni, menilai rencana pemerintah menambah kegiatan BPPKS untuk mengelola biaya pengembangan kakao merupakan langkah ke arah yang tepat. Pasalnya, para pengusaha sektor kakao menunggu langkah pemerintah untuk meningkatkan kinerja industrinya.

Arif mengatakan pada Selasa (16/7/2024): “Kami menyambut baik setiap tujuan pemerintah terkait pengembangan kakao.”

Para petani ini berharap berbagai permasalahan yang mereka hadapi saat ini dapat teratasi dengan adanya kerjasama BPPKS, penanaman kembali kebun, akses benih berkualitas, akses pasar, harga kakao bagi petani.

Selain itu, Arif juga menyarankan untuk mencoba memperluas perkebunan kakao melalui sistem kehutanan. Pemanfaatan hutan tanaman buatan dinilai cocok untuk meningkatkan produksi kakao Tanah Air.

Selain itu, kata dia, kakao sebagai tanaman tropis mempunyai potensi besar dalam penyerapan karbon. Pasalnya tanaman kakao juga merupakan tanaman hutan sehingga cocok dibudidayakan di kawasan hutan.

“Saya pikir ini semua adalah perbaikan cepat,” katanya.

Di sisi lain, Arif juga menyarankan agar pelaksanaan pembahasan ini dilakukan dengan peraturan yang tidak disepakati bersama dan mengikutsertakan petani kakao, industri kakao, dan eksportir yang bergerak di bidang perdagangan kakao.

Meski penatausahaan mata uang kakao berada di lingkungan Badan Layanan Umum (BLU) yang mengelola mata uang kelapa sawit, namun para petani kakao berharap kedepannya sektor kakao akan diisi oleh orang-orang yang ahli di bidang kakao.

Saya hanya berharap pemimpinnya jujur, bukan politis, ujarnya.

Sebagai informasi, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total luas perkebunan kakao di Tanah Air akan mencapai 1,41 juta hektar pada tahun 2023, atau turun 4,08% dari luas lahan kakao pada tahun 2022 sebesar 1,47 hektar.

Total produksi kakao dalam negeri mengalami penurunan sebesar 1,36 persen menjadi 641 ribu 700 ton pada tahun 2023 atau sesuai produksi 650 ribu 600 ton pada tahun 2022.

Dari catatan Bisnis.com, China (11/7/2024), Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memperluas kegiatan BPPKS untuk mengelola kakao dan kelapa.

“Diputuskan untuk dibuat satu bagian di sana dan ditambah sektor kakao dan kelapa untuk membantu, kurangi pertumbuhan bibitnya. Mungkin nanti ada kajian, tapi masuk ke BPPKS. Sawit, kakao, dan kelapa.” semuanya sama,” kata Zulhas.

Ketua Umum Partai PAN ini menyatakan, alasan penolakan pembentukan lembaga baru adalah produk kelapa dan kakao mengalami penurunan produksi. Presiden Jokowi menilai pembentukan organisasi baru kakao dan kelapa akan merugikan banyak petani dan warga sekitar yang menganggap subsidi akan dialihkan ke organisasi baru tersebut.

Jadi kalau lembaganya sendiri yang mengumpulkan lagi, nanti mungkin ada masalah. Kalau uang BPDPKS lebih dari Rp 50 triliun, itu akan menjadi bantuan silang untuk penelitian anak bangsa tentang kelapa dan kakao, termasuk BPPKS, ” dia berkata.

Ia melanjutkan, penambahan anggota atau wakil BPPKS akan dilakukan segera setelah keputusan tersebut disetujui oleh presiden ketujuh Republik Indonesia. Tak hanya itu, Zulhas mengungkapkan pihaknya mengusulkan agar tidak ada pajak bagi pelaku usaha dan eksportir kelapa dan coklat.

“Nah, saya usulkan jangan ada kenaikan lagi. Ya, saya lupa dana hibah apa saja yang ada [di BPPKS], tapi tidak ada kenaikan lagi,” kata Zulhas.

Temukan berita dan artikel lainnya di Google Berita dan WA Channel