Bisnis.com, JAKARTA – Badan Jasa Keuangan (OJK) mengungkap alasan investor asing meraup miliaran rupiah di pasar saham Indonesia sepanjang tahun berjalan atau year-to-date (YtD). 

Direktur Eksekutif Pengawasan Pasar Modal, Derivatif Keuangan, dan Pertukaran Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan investor asing di bursa mencatatkan penjualan bersih sebesar Rp 7,73 triliun sejak awal tahun. Oleh karena itu, IHSG terkoreksi 2,88% YTD menjadi 7.063,58 pada 28 Juni 2024.

Pelemahan terjadi pada sektor teknologi serta pelayaran dan transportasi sejak awal tahun. Dari sisi likuiditas transaksi, rata-rata nilai perdagangan harian bursa tercatat sebesar Rp12,28 triliun sejak awal tahun. kata Inarno, Senin (7/7). 8.) per bulan untuk RDK. 2024).

Sementara di pasar obligasi, ICBI Bond Market Index menguat 1,55% YTD menjadi 380,42, dengan imbal hasil SBN 28 Juni 2024 naik rata-rata 33,20 bps YTD, dan penjualan bersih nonresiden sebesar Rp33 miliar. 

“Untuk pasar obligasi korporasi akhir Juni 2024, investor nonresiden juga mencatatkan penjualan bersih sebesar Rp1,71 triliun secara year-to-date,” ujarnya.  

Pada industri manajemen investasi atau reksa dana, aset kelolaan (AUM) sebesar Rp 826,07 triliun atau naik 0,16% year-to-date, sedangkan nilai aset bersih (NAV) reksa dana tercatat sebesar Rp 486,45 triliun atau turun 2,99. % sejauh tahun ini. . Selain itu, pada 28 Juni 2024, tercatat net redemption year-to-date sebesar Rp7,88 triliun. 

Dari sisi sentimen global, perekonomian global secara umum menunjukkan pelemahan, dengan data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang lebih rendah dari perkiraan, dan inflasi yang masih tinggi. 

Pasar tenaga kerja terus melemah, dan kondisi rumah tangga Amerika kemungkinan akan melemah, terutama di kalangan menengah ke bawah. Hal ini menyebabkan pasar meningkatkan ekspektasi terhadap dua kali penurunan Suku Bunga Dana Fed (FFR) pada tahun 2024, lebih besar dari perkiraan The Fed sebesar satu kali.  

Di Eropa, perekonomian menghadapi tantangan pertumbuhan yang stagnan dan tekanan fiskal. Meski inflasi akan kembali naik, Bank Sentral Eropa (ECB) memutuskan untuk mendorong pertumbuhan lebih lanjut dan memutus siklus pengetatan kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 3,755. 

Sementara di Tiongkok, kesenjangan antara penawaran dan permintaan (demand) terus berlanjut dengan tindakan agresif yang dilakukan lembaga keuangan dan keuangan.  

Sementara itu, pada perekonomian domestik, pemulihan permintaan masyarakat terus berlanjut meski trennya melambat. Inflasi inti yang relatif stabil dengan pertumbuhan jumlah uang beredar (M2) mengindikasikan potensi berlanjutnya penguatan permintaan di masa depan. 

Dari sisi produksi, sektor manufaktur masih mencatatkan pertumbuhan meski dalam level moderat yang terlihat dari menurunnya indeks PMI manufaktur menjadi 50,7 dibandingkan pada Mei 2024 yang berada di level 52,1, tutupnya.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel