Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap fenomena kenaikan suku bunga global dalam jangka waktu yang lebih lama atau bertahan pada level yang lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama. . kali ini hanya penipuan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve Bank (H). 

Baru-baru ini, dalam rapat pengambilan kebijakan H, Federal Open Market Committee (FOMC), bank sentral AS atau The Fed ingin menetapkan suku bunganya, sesuai target Federal Rate (FFR), pada kisaran 5,25%. – 5,5%.

H telah mempertahankan tingkat tinggi ini sejak tahun lalu. Sementara itu, perlu diketahui bahwa pada tahun 2023, Bank H menaikkan bunganya sebanyak empat kali dalam setahun.

Purbana berpendapat bahwa fenomena yang lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama adalah penipuan H .

“Amerika Serikat juga melapor kepada kami.” Mereka memiliki tingkat bunga yang besar yaitu 5,25%, kami pikir mereka akan memperketat uang, tetapi ternyata tidak. Mereka menyuntik uang secara besar-besaran sejak Maret 2023, saat SVB [Silicon Valley Bank] ambruk,” ujarnya, Selasa (25/06/2024) dalam rapat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Komisi XI DPR RI.

SVB adalah bank Amerika yang mengalami keruntuhan mendadak tahun lalu. Bank tersebut bangkrut setelah nasabah melakukan penarikan dalam jumlah besar. Situasi ini merupakan kegagalan bank terbesar sejak Washington Loan pada tahun 2008.

“Bank-bank bangkrut, itu yang berkontribusi. Itu adalah keputusan berat yang dicabut. Tapi sekarang perekonomian Amerika sedang tumbuh,” kata Purbaya.

Purbaya pun menilai situasi perekonomian Amerika sedang salah. Sebelumnya, pemerintahan Paman Sam terus menyuntikkan uang. Artinya Amerika Serikat sebenarnya yang menggerakkan perekonomian dan dampaknya terhadap perekonomian global seharusnya baik. 

Menurutnya, Indonesia tidak perlu khawatir dengan kondisi yang lebih tinggi dalam jangka panjang.

“Selama kita bisa menjaga kondisi perekonomian dalam negeri, maka dalam jangka panjang akan lebih tinggi, yang penting mekanismenya tidak turun,” kata Purbaya. Suku Bunga BI 

Sejalan dengan fenomena besar suku bunga jangka panjang, Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuannya, BI rate, sebesar 275 basis poin (bps) mulai pertengahan tahun 2022 Periode 19-20 Juni 2024, BI melaporkan suku bunga acuan tersebut ke 6,25%. 

Sebelumnya dalam RDG periode 23 April 2024, BI memutuskan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin dari 6%. Kenaikan tarif pertama sejak April 2024 akan terjadi mulai Oktober 2023.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan, BI menggunakan serangkaian pengujian dalam merancang skenario yang mempertimbangkan arah dana H. Perry menjelaskan, pada skenario pertama, ada potensi H menjual bunga sebesar 25 basis poin di akhir tahun ini. 

“Dalam skenario dasar kami, mungkin di atas 75%, Suku Bunga Fed akan turun menjadi dua puluh satu basis poin pada kuartal keempat tahun 2024, yang kemungkinan akan terjadi pada bulan Desember 2024.” – kata April dalam konferensi pers RDG BI tahun lalu (24 April 2024). 

Pada skenario kedua, BI mempunyai probabilitas sebesar 50% hingga 75%, yang oleh BI disebut sebagai potensi risiko. Dari sisi potensi risiko, Perry menilai Fed Fund Rate tidak akan turun tahun ini dan tetap berada di level 5,25% hingga 5,5%. 

Menurut dia, pada skenario kedua, Fund Rate (FFR) baru akan turun sebesar 50 basis poin pada paruh pertama tahun 2025 atau paruh kedua tahun 2025. 

“Kalau probabilitasnya kurang dari 50%, kita sebut tail risk. Dengan tail risk, Fed Funds rate akan tetap tinggi sepanjang tahun 2024, turun hanya 25 basis poin di tahun 2025,” lanjutnya. 

Akibat FFR yang berkepanjangan, BI juga menaikkan suku bunga BI sebesar 25 bps menjadi 6,25% pada April tahun lalu.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel