Bisnis.com, Jakarta – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) akan bergabung dengan BUMN penerbangan dan pariwisata InJourney dengan target awal Oktober 2024. Namun integrasi belum dilaksanakan.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irbaniaputra mengatakan jadwal perjalanan konsolidasi GIAA melambat atau tertunda hingga jadwal selesai pada Oktober 2024. Meski demikian, menurutnya, tidak ada kendala berarti dalam proses integrasi tersebut.

“Kami tunggu perintahnya,” kata Irfan kepada wartawan usai paparan publik, Senin (11/11/2024).

Dia menjelaskan, pembahasan terkait integrasi ini sedang berlangsung di Kementerian BUMN. GIAA menyediakan data yang diminta untuk proses integrasi.

“Kami sudah berkali-kali diminta memberikan data. Sudah ada diskusi di PMO [Project Management Office] tentang bentuk apa yang harus diambil. Tapi mereka ditunda lagi, jadi sekarang ditangguhkan. Mungkin ini akan diatur di BUMN juga,” jelas Irfan.

Irfan sebelumnya mengatakan Garuda Indonesia, Kementerian BUMN, dan pihak terkait lainnya terus berupaya memastikan proses merger berjalan sesuai ketentuan yang ada.

Irban menjelaskan, masuknya Garuda Indonesia ke ekosistem InJourney diharapkan dapat memudahkan integrasi antara maskapai pelat merah Garuda Indonesia, Citilink Indonesia, dan Belita Air.

Setelah proses integrasi selesai, seluruh maskapai penerbangan negara akan disatukan dalam kerangka InJourney.

Wakil Menteri BUMN Karthika Virjotmodjo mengatakan Kementerian BUMN memang telah melakukan sejumlah perubahan selama lima tahun terakhir. Salah satu caranya adalah dengan mendirikan perusahaan induk.

Sementara itu, langkah terbaru Kementerian BUMN adalah menggabungkan PT Angasa Pura I (Persero) dan PT Angasa Pura II (Persero) menjadi PT Angasa Pura Indonesia atau Bandara Injerni. Penggabungan akan dilakukan pada Desember 2023.

Masuknya Garuda Indonesia ke dalam InJourney akan menambah daftar badan usaha milik negara atau BUMN yang tergabung dalam klaster tersebut, atau Badan Usaha Milik Negara bernama Kartika atau Diko.

“Dulu BUMNnya sekitar 110-an, sekarang tinggal 40-an dan akan terus kita kurangi sehingga dari sisi pengendalian, BUMN itu benar-benar bisa kita kelola melalui tingkat retensi investasi dan tingkat retensi operasional,” kata Dicko. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel.