Bisnis.com, Jakarta – PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) mengusulkan kepada Kementerian Perhubungan untuk mempertimbangkan kembali tarif batas atas (TBA) tiket penerbangan akibat fluktuasi harga avtur dan nilai tukar rupiah.
Presiden Garuda Indonesia Irfanyaputra mengatakan pihaknya sedang mendiskusikan tarif batas atas dengan Kementerian Perhubungan. Menurut dia, Kementerian Perhubungan harus mengkaji kembali TBA yang ada saat ini, yang menurutnya tidak berubah dalam lima tahun terakhir.
Artinya TBA dalam 5 tahun tidak berubah, tapi kadarnya berubah, harga avtur dibandingkan 5 tahun lalu [juga berubah]. Kalau terus begini, semua maskapai akan menghadapi masalah yang sama, kata Irfan kepada wartawan. pada Minggu (12/5/2024).
Selain itu, jelas Irfan, tingginya harga avtur dan nilai tukar yang fluktuatif sangat mempengaruhi harga pokok barang. Menurut Irfan, Kementerian Perhubungan harus lebih fleksibel terhadap kondisi eksternal, termasuk harga avtur dan nilai tukar.
“Harga BBM dan nilai tukar tidak bisa kita kendalikan. Tidak mungkin kita terus-menerus meminta diskon kepada Pertamina,” ujarnya.
Dalam laporan keuangan Q1/2024, GIAA melaporkan peningkatan beban usaha menjadi $702,92 juta dibandingkan posisi tahun lalu sebesar $605,18 juta.
Beban terbesar adalah beban operasional penerbangan yang tercatat sebesar $371,07 juta, atau sedikit meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar $346,17 juta.
Di sisi lain, GIAA sendiri menargetkan meraih laba bersih pada tahun ini setelah membukukan kerugian. Ambisi ini dicapai dengan melakukan evaluasi terhadap catatan laporan keuangan.
Irfan mengklaim pihaknya akan memastikan pertumbuhan GIAA dengan meningkatkan arus kas dan laba. Ia optimistis pada kuartal II-2024 angka GIAA akan meningkat.
Seperti dilansir Bisnis sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) masih berupaya merevisi tarif batas atas (TBA) tiket pesawat sejak terakhir diperbarui hampir 5 tahun lalu.
Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Iravati mengatakan, revisi TBA tersebut masih dalam tahap kajian di Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Salah satu hal yang menjadi pertimbangan dalam penetapan revisi ini adalah komponen penghitungan stempel tiket pesawat.
Menurut Adita, batas atas tiket pesawat ditentukan oleh jarak tempuh ke tujuan.
Selain itu, Kementerian Perhubungan juga akan menghitung tarif batas atas baru berdasarkan jenis pesawat, yakni pesawat berjenis jet atau propeller.
“Kami juga sangat memperhatikan biaya operasional penerbangan, seperti biaya bahan bakar, asuransi, gaji karyawan, dan lain-lain. Komponen lain yang harus diwaspadai adalah nilai tukar mata uang dan lain-lain,” kata Aditya saat dikonfirmasi, Senin (22/1). 1/2024).
Meski telah dilakukan peninjauan, Aditya tidak merinci kapan revisi cap rate tersebut akan dirilis.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel