Bisnis.com, JAKARTA – Industri TPT Indonesia melemah akibat produksi ekspor yang anjlok, sementara impor yang membludak di pasar dalam negeri.
Berdasarkan data Bisnis, turunnya produksi ekspor disebabkan banyak faktor, mulai dari buruknya permintaan pasar global, ketatnya persaingan dengan China, hingga konflik geopolitik di Timur Tengah.
Presiden Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa mengatakan perselisihan di pasar internasional masih menjadi kendala terbesar karena posisi dolar AS yang menguat dan permintaan global yang kurang baik.
Selain penurunan produktivitas, anjloknya permintaan tekstil Indonesia juga menyebabkan ribuan pekerja terkena PHK.
Minimnya perlindungan pasar barang luar negeri disebut-sebut menjadi penyebab penutupan pabrik dan PHK massal karena minimnya pesanan.
Berdasarkan data API, jumlah PHK di sentra industri TPT seperti Bandung dan Solo mencapai 7.200 pekerja pada tahun 2023. Sedangkan pada Mei 2024, jumlah PHK mencapai 10.800 karyawan.
Sementara itu, jumlah pekerja tekstil pada triwulan I 2024 mencapai 3.600 orang, meningkat 66,67% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada awal tahun 2023, API telah mendaftarkan sekitar 20 hingga 30 perusahaan untuk ditutup.
Sekaligus tidak kondusif dengan kondisi perusahaan yang merupakan perusahaan di bawah naungan perusahaan. Berikut daftar konglomerat di balik industri TPT Indonesia: 1. Iwan Lukminto
Iwan Lukminto merupakan otak di balik perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara, PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) yang baru-baru ini dilanda masalah kebangkrutan setelah ribuan karyawannya di-PHK, meski pihak perusahaan membantahnya.
Iwan Lukminto merupakan anak dari pendirinya, HM Lukminto, seorang pengusaha Tionghoa yang mendirikan Sritex pada tahun 1966 dari sebuah toko batik di Solo.
Iwan mulai bertugas di SRIL pada tahun 1997 dan masuk dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia tahun 2020 dengan perkiraan kekayaan sebesar US$515 juta atau sekitar US$7,48 triliun.
Selain perusahaan tekstil, grup ini memiliki sekitar 10 hotel di Solo, Yogyakarta dan Bali, termasuk Holiday Inn Express di Bali. 2. Tirta Suherlan
PT Trisula Textile Industry Tbk. (BELL) didirikan pada tahun 1968 oleh Tirta Suherlan. Bermodalkan tenda dan mesin bekas, awalnya ia mendirikan perusahaan bernama PT Daya Mekar yang berlokasi di Jalan Simpang Aruna Bandung.
PT Daya Mekar berkembang pesat dan berpindah ke Jalan Banten Bandung pada tahun yang sama dan berganti nama menjadi PT Trisula Banten Textile Mill.
Setelah sembilan tahun, Tirta Suherlan membeli tanah seluas 13,5 hektar di Cimahi pada tahun 1977, untuk digunakan sebagai lokasi baru Pabrik Tekstil PT Trisula Banten.
Pada tahun 1986, seiring berkembangnya usahanya, ia membeli PT Southern Cross Textile Industry (SCTI), perusahaan kedua Trisula. Setahun kemudian, Trisula mendirikan PT Nusantara Cemerlang yang merupakan perusahaan produksi pakaian pertama Trisula.
Kemudian pada tahun 1988, Trisula resmi mendirikan kantor atau kantor pusat pertamanya di Gedung Delta, Jakarta. Namun di tahun yang sama Tirta Suherlan meninggal dunia dan seluruh usaha Trisula dilanjutkan oleh kedua putranya, Kiky Suherlan dan Dedie Suherlan. 3. Raja Ning
Raja Ning dikenal sebagai pendiri kelompok Argo Manunggal. Melalui perusahaan ini, The Ning King memperluas kerajaannya di berbagai sektor, termasuk perusahaan tekstil PT Agro Pantes Tbk. (AGRO).
Pria kelahiran Bandung tahun 1931 ini mendirikan PT Argo Pantes Tbk. (ARGO) dan perusahaan tekstil pertamanya pada tahun 1977. Saat ini perusahaan gurita Argo Manunggal Group telah merambah beberapa kota besar di Indonesia, termasuk berdirinya Alam Sutera.
Ning King juga menjadi orang terkaya di Indonesia pada tahun 2017, dengan kekayaan bersih $450 juta, atau sekitar $6 triliun. 4. Ludijanto Setijo
Ludijanto Setijo bertanggung jawab atas kesuksesan PT Pan Brothers Tbk. (PBRX), salah satu perusahaan raksasa di Indonesia yang memproduksi brand ternama dunia seperti Calvin Klein, DKNY, J Crew, Old Navy, Gap dan masih banyak lagi lainnya.
Laporan dari situs PT Pan Brothers Tbk menunjukkan bahwa PT Trisetijo Manunggal Utama (TMU) merupakan salah satu pemegang saham terbesar dengan kepemilikan sebesar 31,25%. Ludijanto Setijo memiliki saham terbanyak di perusahaan ini.
Pada tahun 2018, Ludijanto Setijo dan keluarganya termasuk dalam 150 orang terkaya di Indonesia dengan kekayaan bersih sebesar US$150 juta atau sekitar US$2,12 juta.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel