Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi memperkirakan musim panen tahun depan akan tertunda seperti perkiraan akibat batalnya musim hujan.
Bayu mengatakan, berdasarkan laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Indonesia masih dilanda kekeringan hingga September 2024 dan kemungkinan akan berlanjut hingga Oktober 2024. Artinya musim tanam yang semula direncanakan akan berlangsung Tempat pada musim hujan yang dikenal dengan September 2024 telah diatur ulang menjadi Oktober 2024.
“Jadi sepertinya musim tanamnya mundur 1 sampai 1,5 bulan,” kata Bayu di Kantor Pusat Perum Bulog, Jakarta, Jumat (30/8/2024).
Penundaan musim tanam tidak hanya berdampak pada musim panen tetapi juga ketersediaan beras di pasar. Bayu mengatakan, jika panen baru terjadi pada Januari hingga Februari 2025, maka pasokan beras dalam negeri sama sekali tidak ada di pasar.
Pasalnya, pada periode tersebut diperkirakan akan mulai memasuki musim hujan sehingga pengeringan gabah akan terhambat. Melihat kondisi tersebut, Bayu mengatakan stok beras bisa mulai membanjiri pasar sekitar Maret 2025.
Sementara itu, ketersediaan beras di pasaran bertepatan dengan awal Ramadhan dimana permintaan terhadap produk tersebut meningkat. Oleh karena itu, Bulog berupaya mendistribusikan pasokan beras di gudang Perum Bulog ke seluruh Indonesia.
Pihaknya juga akan memastikan terdistribusinya bantuan pangan berupa beras yang akan disalurkan pada Oktober hingga Desember 2025, termasuk beras SPHP yang akan dikeluarkan sesuai harga yang ditetapkan pemerintah.
Berdasarkan laman resmi BMKG, Jumat (30/8/2024), hingga akhir Mei 2024, kajian anomali iklim global di Pasifik menunjukkan indeks ENSO +0,21 atau dalam kondisi netral.
Deputi Direktur Bidang Iklim BMKG Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan, indeks ENSO sudah berada pada level netral selama dua dekade, dan diperkirakan akan tetap netral hingga periode Juni-Juli 2024. ENSO netral diperkirakan akan bergerak ke La yang lemah. Fase Nina yang akan berlangsung hingga akhir tahun 2024.
Fenomena ini diharapkan tidak berdampak pada musim kemarau yang akan datang. Sedangkan di Samudera Hindia, survei suhu permukaan laut menunjukkan kondisi IOD Netral. Namun cenderung menuju level IOD Positif.
Melihat hal tersebut, Ardhasena mengatakan wilayah yang potensi curah hujan bulanannya sangat rendah, yaitu kurang dari 50 mm per bulan, perlu mendapat perhatian khusus. Hal ini perlu dilakukan untuk memitigasi dan mengantisipasi dampak kekeringan.
Wilayah ini meliputi sebagian besar Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Bali dan Nusa Tenggara, sebagian Pulau Sulawesi, serta sebagian Maluku dan Papua.
“Dengan mempertimbangkan dinamika atmosfer jangka pendek saat ini, masih terdapat rentang waktu yang sangat singkat yang dapat dimanfaatkan secara optimal sebelum memasuki musim kemarau jangka menengah,” tutupnya.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel