Bisnis.com, Jakarta – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) masih berupaya menjaga rasio keuangan di tengah tren kenaikan suku bunga. Hal ini karena beberapa bank terpaksa menaikkan bunga simpanan mereka untuk mengimbangi pasar. Akibatnya, hal ini menyebabkan perbankan menanggung beban biaya pendanaan yang mahal.

Sebelumnya, Direktur Novita Finance Vidya Angreni mengatakan kenaikan pertumbuhan kredit tersebut di tengah relaksasi GWM yang diberikan BI melalui Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM). 

Sementara itu, pembentukan GWM ini memberikan tambahan likuiditas untuk mendukung penyaluran kredit dan juga digunakan untuk menyempurnakan sistem DPK BNI, mengurangi porsi dana institusi pada giro dan deposito. Dengan demikian, mereka menggantinya dengan deposito ritel atau perorangan yang lebih banyak. efisien dari segi kepentingan.

“Hasilnya terlihat dari total DPK kita pada Sem I/2024 yang mencatatkan pertumbuhan sebesar 1% setahun, didukung oleh penghematan sebesar 4,3% year-on-year dan pertumbuhan 1,1% year-on-year di berita terkini” Sedangkan DPK meningkat 2,6% secara tahunan,” ujarnya pada konferensi Semester I/2024, Rabu (22/8/2024).

Kemudian, rasio dana murah (CASA) terhadap DPK meningkat menjadi 70,7% dibandingkan 69,6% pada tahun lalu. 

Oleh karena itu, upaya tersebut menyebabkan peningkatan biaya pembiayaan sehingga menghasilkan COF sebesar 2,72% pada triwulan II-2024, meningkat 7 bps dibandingkan triwulan sebelumnya.

Menurut dia, pendapatan bunga bersih atau NII meningkat sebesar 3,1% dari kuartal sebelumnya karena adanya percepatan ekspansi bisnis dan kinerja sebagian COF pada kuartal II-2024. Kinerja yang lebih tinggi juga didukung oleh pajak berdasarkan pendapatan yang baik (FBI) yang mencapai 11,9% year-on-year, didukung oleh pertumbuhan pendapatan dari layanan perbankan dan transaksi digital.

Kemudian, akibat akselerasi kredit pada segmen risiko rendah, kualitas aset terus membaik yang tercermin dari menurunnya rasio non-performing loan (NPL) dan loan at risk (LAR). Rasio NPL tercatat sebesar 2% pada Juni 2024, membaik dibandingkan Juni tahun lalu yang sebesar 2,5

Sementara itu, LAR yang mencakup NPL, kredit dalam penagihan 2, dan kredit penagihan lancar yang direstrukturisasi tercatat sebesar 12,3%, membaik dibandingkan Juni tahun lalu yang sebesar 16,1%.

Novita mengatakan, meski indikator kualitas aset menunjukkan perbaikan yang kuat, namun BNI terus menyeimbangkannya dengan menyediakan cadangan pada tingkat yang memadai untuk mengantisipasi risiko ketidakpastian di masa depan.

Hal ini tercermin dari penetapan rasio beban CKPN terhadap total kredit atau credit rating pada semester I tahun 2024 sebesar 1%, turun 40 bps dibandingkan dengan pembentukan credit rating pada semester I tahun 2024 sebesar 1,4%.

CKPN yang dibuat sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan tambahan cadangan bagi peminjam yang masih mendapat perhatian khusus, kata Novita. Kecukupan cadangan tersebut tercermin dari rasio cadangan NPL dan LAR pada Mei 2024 yang berada pada level memadai masing-masing sebesar 298% dan 48%.

“Secara konsolidasi, BNI mampu mencatatkan laba bersih sebesar Rp10,7 triliun pada semester I 2024, tumbuh 3,8% year on year.

Perseroan berkomitmen untuk mempertahankan kinerja positif dan mencapai sasaran bisnis tahun ini dengan membaiknya permintaan kredit yang baik khususnya di sektor perseroan serta kemungkinan membaiknya posisi likuiditas dari uang dan keuangan hingga Semester II/2024. Kebijakan, baik internasional maupun domestik.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel