Bisnis.com, JAKARTA – Pengusaha ritel menyoroti dampak larangan promosi dan pembatasan produk susu dalam PP Nomor 1. 28 Tahun 2024 terhadap pendapatan.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengakui, selama ini penjualan susu bayi dan anak di bawah lima tahun (balita) terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Adanya kendala pendukung dan hambatan pemasaran dirasakan sebagai ancaman terhadap produktivitas transaksi bisnis.

“Susu biasanya susu bayi. Jadi kalau beda regulasi dan beda faktor, akan menurunkan produktivitas [penjualan],” kata Roy yang kami hubungi, Rabu (31 Juli 2024).

Di sisi lain, pembatasan promosi dan penjualan susu juga diyakini akan membatasi kemampuan konsumen dalam memanfaatkan susu sebagai pelengkap makanan bayi. Pasalnya, kata Roy, tidak semua ibu mampu memproduksi ASI (ASI) secara rutin. Di sisi lain, mencari ibu menyusui tidaklah mudah, terbatas.

Roy memutuskan bahwa daripada membatasi iklan dan penjualan produk susu, lebih penting bagi pemerintah untuk menerapkan program untuk memberikan nutrisi yang cukup bagi ibu hamil. Dengan nutrisi yang baik, ibu akan lebih percaya diri dalam memproduksi ASI setelah melahirkan.

“Kita harus jaga keseimbangannya, ayo kita pertahankan, tapi jangan memikirkan bagaimana caranya agar ibu hamil bisa menghasilkan ASI yang baik saat melahirkan,” ujarnya.

Roy juga membahas keputusan pemerintah atas PP no. 28/2024 menjadi sebuah kebanggaan. Alasannya adalah undang-undang yang melarang dan melarang penjualan banyak produk, seperti susu dan rokok, yang dimaksudkan untuk mendukung kesehatan masyarakat harus berisiko menghancurkan pekerjaan konsumen di semua tahap rantai pasokan. Kerugian ekonomi tidak hanya dirasakan oleh pengecer, tetapi juga produsen susu.

“Bagaimana dengan para aktornya? Apakah mereka ingin membiarkannya mati? Apa insentif bagi para pelaku untuk berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi? Kami meminta pemerintah mendorong mereka untuk mengecek keseimbangan,” kata Roy.

Awalnya, Partai Politik (PP) No. 28 Tahun 2024 sebagai proses implementasi UU No. Peraturan Nomor 17 Tahun 2024 tentang Keadaan Kesehatan mengatur tata cara konsumsi dan penjualan susu formula yang harus dipatuhi oleh tenaga kesehatan dan produsen susu.

Pasal 33 undang-undang tersebut menyatakan bahwa produsen atau distributor susu formula dilarang melakukan hal-hal yang dapat menghambat pemberian ASI (ASI), seperti menawarkan sampel produk susu cair dan fasilitas pelayanan kesehatan; mengantarkan atau menjual produk susu langsung dari rumah; memberikan uang kepada sistem produk susu setelah terjual; mempromosikan dan mengiklankan sistem produk susu di media cetak, elektronik dan sosial; dan larangan promosi tidak langsung.

Untuk berita dan artikel lainnya, kunjungi Google Berita dan Channel WA