Bisnis.com, Jakarta – PT Pertamina (Persero) akan mengikuti rencana pemerintah yang memperketat pembelian bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi pada 17 Agustus 2024. 

Sementara itu, pemerintah tetap melanjutkan rencana tersebut di tengah kemungkinan melebarnya defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir tahun ini. 

Dikonfirmasi pada Rabu (10/7/2024), VP Corporate Communications Fudger Pertamina Jocko Santoso mengatakan, “Pertamina akan melaksanakan usulan dan upaya pemerintah untuk memberikan subsidi yang sesuai.” 

Fudger mengatakan, Pertamina telah mengembangkan sistem peringatan yang mengirimkan sinyal alarm dari pusat komando Pertamina. Melalui sistem ini, data transaksi yang tidak wajar seperti pengisian bahan bakar solar lebih dari 200 liter per kendaraan bermotor atau pengisian bahan bakar yang diberikan pada kendaraan tanpa registrasi Nomor Polisi Kendaraan (NOPOL) akan langsung terpantau.

“Sejak penerapan indikasi keringanan ini pada 1 Agustus 2022 hingga triwulan I 2024, Pertamina mampu mengurangi risiko penyalahgunaan BBM bersubsidi senilai US$ 281 juta atau sekitar Rp 4,4 triliun,” kata Fudjar.  

Selain itu, Pertamina terus menggalakkan digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang berjumlah 8.000 unit. Termasuk SPBU (3T) yang berada di daerah tertinggal, perbatasan, dan terluar, kata Fudjar. 

“Saat ini 82% SPBU sudah terkoneksi secara nasional. Semakin banyak SPBU yang terkoneksi dengan sistem digitalisasi Pertamina maka akan semakin mudah pengawasannya,” ujarnya.

Sementara itu, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) berencana mengeksploitasi Bahan Bakar Minyak Jenis Tertentu (JBT) Tenaga Surya dan Bahan Bakar Jenis Khusus (JBKP) Perlite pada akhir tahun 2024 sesuai kuota yang diberikan pemerintah. Di awal tahun ini. 

Berdasarkan perkiraan BPH Migasin, serapan solar mencapai 17,8 juta kiloliter (kl) atau 99,5% dari alokasi kuota sebesar 17,96 juta kl. Sedangkan pada Januari hingga April 2024, realisasi pasokan tenaga surya sebesar 5,4 juta KL atau 30,07%.  

BPH Migas juga memperkirakan konsumsi pertalite pada akhir tahun 2024 berada pada level 31,51 juta kl atau 99,71% dari alokasi kuota sebesar 31,6 juta kl. Sedangkan recovery penjualan Pertalite mencapai 9,9 juta kl atau 31,63% hingga April 2024.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (MANCO MARVES) Luhut Binsar Puntjaitan mengatakan pembatasan tersebut akan dimulai pada 17 Agustus 2024. 

Hal ini dilakukan pemerintah sebagai upaya mendorong penyaluran subsidi tepat sasaran. Implementasi kebijakan ini dan PT. 

“Dengan pemberian subsidi yang tidak adil, Pertamina kini bersiap-siap. “Mudah-mudahan tanggal 17 Agustus sudah bisa kita mulai, dimana kita bisa mengurangi subsidi kepada masyarakat yang tidak berhak,” ujarnya dalam postingan di akun Instagram miliknya, @luhut.pandjaitan, Selasa (9). /7/). 2024).

Defisit APBN diperkirakan akan melebar pada akhir tahun 2024 seiring dengan peningkatan belanja negara, sementara pendapatan negara cenderung menurun. 

Sekadar informasi, defisit APBN diperkirakan akan melebar hingga Rp609,7 triliun atau 2,7% PDB pada akhir tahun. Defisit tersebut diperkirakan meningkat dari target sebelumnya sebesar Rp 522,8 triliun atau 2,29% PDB.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel