Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Fintech Keuangan Bersama Indonesia (AFPI) menjelaskan upaya asosiasi untuk memastikan pinjaman online tidak digunakan untuk perjudian online (judo).

Pusat Pelaporan dan Penyidikan Transaksi Keuangan (FPATK) sebelumnya menemukan adanya penggunaan pinjaman online untuk perjudian online. Kuseryansyah, Kepala Humas AFPI, mengatakan asosiasi terus memantau penyalahgunaan penyaluran pulsa online untuk perjudian online.

“Kita pantau. Padahal kita punya platform pengurangan risiko, kita punya risiko,” kata Kuseryansyah saat ditemui di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Rabu (11/9/2024).

Sepanjang tahun 2023, PPATK mencatat 168 juta transaksi perjudian online dengan omzet Rp 327 triliun. Hingga tahun 2017, penghimpunannya mencapai Rp 517 triliun.

Judi online ini dilakukan oleh 4 juta pemain, dimana 80.000 di antaranya adalah anak-anak di bawah usia 10 tahun, dan 440.000 atau 11% adalah anak-anak berusia antara 10 dan 20 tahun.

Kuseryansyah menjelaskan, sebelum memberikan pinjaman, industri P2P lending harus cermat dalam menyeleksi profil risiko calon peminjam.

“Kami fokus pada kemauan masyarakat untuk kembali. Kalau kita memberikan pinjaman kepada orang yang berjudi, kemungkinan besar keuntungannya rendah. Risikonya tinggi, dan kami menolaknya,” kata Kuseryansyah.

Sementara itu, CEO Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Pandu Sjahrir mengatakan, sebagian besar P2P lending yang menyalurkan pinjaman kepada para pejudi online merupakan pinjol ilegal yang tidak terdaftar di OJK. 

Menurutnya, perjudian online yang terkait dengan pinjaman online dapat menghambat perkembangan ekonomi digital Indonesia.

“Penipuan perjudian online mengancam masa depan Indonesia dengan 4 juta penjudi online dan 80.000 di antaranya adalah anak-anak di bawah 10 tahun. 440.000 atau 11% berusia antara 10-20 tahun. Ini masalah serius bagi kami. Dengan langkah nyata bertindak,” ujarnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel