Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menanggapi komentar minimnya keterbukaan informasi dan transparansi data di lembaga tersebut terkait pelepasan peti kemas barang impor. Bahkan, komentar pun diterima dari lembaga-lembaga negara mitra.
Kritikan keras ini dilayangkan Kementerian Perindustrian (Kemenperi) yang menyikapi persoalan keluarnya 26.415 akumulasi barang impor pada Mei 2024.
Direktur Komunikasi dan Panduan Pengguna Bea dan Cukai Nirwala Dwi Heriyanto mengaku tak paham dengan tudingan Kementerian Perindustrian yang masih menyembunyikan sesuatu dan tidak transparan.
Bagaimana disembunyikannya, tidak transparan, silakan ditanyakan, kata Nirwala, Selasa (6/8/2024) di Gudang Bea dan Cukai Cikarang, Bekasi.
Sebab, menurut Nirwala, pihak bea dan cukai merespons dan memberikan rincian jenis barang yang ada di dalam peti kemas tersebut. Ia juga meminta Kementerian Perindustrian menanyakan langsung apakah masih ada data yang belum lengkap atau memerlukan kajian lebih lanjut.
“Awalnya [Menteri Perindustrian] tanya isinya apa, nah, sudah kami jelaskan, jadi kalau ditanya apa, mereka bilang ke dia, berdasarkan kategori pelabuhan ekonomi yang digunakan dalam kode HS, sampai saat ini; sama saja, itu saja,” ujarnya.
Selain itu, dia menjelaskan kontainer yang dilepas sudah melewati syarat. Jika sudah memenuhi syarat namun masih tertahan di pelabuhan, hal tersebut sebenarnya melanggar aturan.
“Yang membebaskan pelayanan bea dan cukai, makanya gugus tugas di perbatasan, sudah ada pembagian tugas, di mana persoalan perbatasan, bea dan cukai saling menguatkan,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febry Hendry Antoni Arif mengatakan, data isi ribuan kontainer penting bagi pihaknya untuk memitigasi dampaknya terhadap industri dalam negeri.
Selain itu, optimisme industri yang tercermin pada indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur Indonesia pada Juli 2024 turun menjadi 49,3 setelah 34 bulan ekspansi.
“Kementerian Perindustrian membutuhkan data yang valid dan reliabel serta tersedia secara cepat untuk memprediksi penurunan industri manufaktur dalam negeri saat ini,” kata Febry dalam keterangan resmi, Selasa (6/8/2024).
Febry mengatakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak transparan sehingga Kementerian Perindustrian tidak bisa mengembangkan kebijakan atau langkah proaktif untuk menggerebek kontainer barang impor.
Permohonan impor dari Kementerian Perindustrian didasarkan pada 8 digit kode HS dan tertuang dalam dokumen impor yang dimiliki Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Sedangkan keterangan yang disampaikan dalam surat balasan berupa kode HS dua digit.
Oleh karena itu, tidak mungkin mengetahui sebenarnya barang baik berupa bahan mentah maupun barang jadi, Kementerian Perindustrian meminta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memberikan informasi detail mengenai barang dengan kode HS 8 digit yang diimpor dari 26415. kontainer di pelabuhan-pelabuhan ini,’ katanya.
Data impor barang dengan kode HS 8 digit memang sangat dibutuhkan Kementerian Perindustrian, karena jika ada barang yang bisa diproduksi di dalam negeri maka akan berdampak pada industri dalam negeri.
“Inilah pentingnya pengendalian impor, khususnya bagi produk-produk yang mengandung bahan baku HS,” jelasnya.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel