Bisnis.com, JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak merilis informasi adanya 26.415 kontainer yang diblokir di sejumlah pelabuhan akibat larangan dan pengawasan (lartas). Isi ribuan kontainer tersebut sebagian besar merupakan bahan baku dan bahan penolong industri.

Nirwala Dwi Heryanto, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pelayanan Bea dan Cukai, mengatakan kondisi 26.415 kontainer yang tertahan itu berada pada posisi BC 1.1 yang merupakan skenario internal.

Ia merinci, sebanyak 21.166 kontainer atau 80% berisi bahan baku dan bahan penolong. Selain itu, sebanyak 3.356 kontainer atau 12,7% merupakan barang bekas dan 7,17% atau sekitar 1.893 kontainer merupakan barang modal.

“Jadi bisa dijelaskan kenapa investasi itu tidak bagus. Selain itu, persentase impor barang modal juga tidak banyak. Melainkan bahan mentah,” kata Nirwala dari Indonesia Business Forum, Jakarta, Jumat (9)/8/2024).

Nirwala menjelaskan alasan Bea Cukai menyusun informasi kontainer berupa 10 produk teratas. Menurut dia, 10 kategori produk memiliki jumlah kontainer yang banyak. 

“Kenapa ada 10 besar, kalau 10 pertama adalah kontainer dengan jumlah kontainer banyak, misalnya bahan baku dan produk penolong kurang dari 10 kontainer berada pada baris 169-362,” ujarnya.

Dia memastikan pelepasan 26.000 kontainer yang diinstruksikan pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tidak serta merta dilaksanakan. 

“Belum berarti kita lepas semua yang 26.000 [kontainer], tidak, masih ada LS [laporan penyelidikan] dan PI [izin impor], karena terkait dengan Peraturan Perdagangan 25,” ujarnya.

Nirwala menegaskan, bea cukai mempunyai kewajiban dan fungsi akuntansi untuk memungut pajak impor dan ekspor atas kegiatan ekspor dan impor. Pengendalian perbatasan dilaksanakan sebagai penegakan kebijakan perdagangan. 

“Bea Cukai itu hanya pelaksana saja, yang menentukan apa yang dilakukan, jadi kalau ada kelompok kerja bisnis [impor] yang bagus, ada perbatasannya, ada perbatasan posnya, ada produknya dan itu diperiksa. perbatasan dan pos pemeriksaan perbatasan, jadi semuanya jelas,” kata Nirwala. 

Seperti dilansir Bisnis, Kamis (8/8/2024), Kementerian Perindustrian (Kemenperi) menuding Menteri Keuangan Sri Mulyan tidak mempublikasikan informasi isi 26.415 kontainer barang impor yang ditutup pada Mei dan dikeluarkan pada Mei. pada tahun 2024

Pelepasan tank tersebut bertepatan dengan Keputusan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8/2024 yang akan segera berlaku pada tanggal 17 Mei 2024.

Kebijakan pelonggaran impor ini diyakini menjadi alasan industri manufaktur pertama kali masuk zona tenaga kerja dalam 3 tahun terakhir. Indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur Indonesia turun menjadi 49,3 pada Juli 2024, atau turun 1,4 poin dari 50,7 pada bulan sebelumnya.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Fabri Hendri Antoni Arif mengatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak efektif sehingga Kementerian Perindustrian tidak mampu mengambil kebijakan atau langkah prediktif terhadap penggerebekan kontainer barang impor. . . . 

Bahkan, pada 27 Juni lalu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengirimkan surat yang meminta informasi mengenai muatan peti kemas. Namun Kementerian Perindustrian mendapat tanggapan resmi dari Direktur Bea Cukai pada 2 Agustus, meski tanggapannya baru ditandatangani pada 17 Juli. 

Dalam surat balasannya, Ditjen Pajak menjelaskan berisi 26.415 kontainer yang diklasifikasikan menurut kategori ekonomi dewan (BEC), yaitu bahan baku dan bahan penolong sebanyak 21.166 kontainer (80,13%), barang 3.356 kontainer ( BEC). 12,7%), dan barang modal – 1893 kontainer (7,17%). 

Untuk lebih jelasnya, dokumen terlampir juga memberikan data mengenai 10 jenis produk/kontainer teratas di setiap kelompok. Namun, Febry menilai data tersebut masih belum masuk akal. 

“Jika tangki yang terkumpul sebagian besar berisi bahan baku/bahan penolong sebesar 80,13%, maka kita bertanya-tanya betapa mendesaknya diundangkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1. 8/2024 oleh Menteri Hubungan Perekonomian dan Keuangan yang melemahkan produksi kalangan bawah. /Barang konsumsi, sedangkan jumlah kontainer berisi barang-barang berikut ini lebih dari 12,7 persen,” ujarnya. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan Channel WA