Bisnis.com, JAKARTA – Margin bunga bersih (net income/NIM) bank digital tertinggi di Indonesia. Faktanya, NIM bank digital jauh lebih tinggi dibandingkan kisaran bank jumbo.

PT Bank Amar Indonesia Tbk. (AMAR) yakni NIM pada Maret 2024 tercatat sebesar 22,73% yang merupakan tertinggi di sektor perbankan.

Bank digital lainnya seperti PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) atau BNC juga mencatatkan NIM hingga 19,92% pada Maret 2024. Kemudian PT Krom Bank Indonesia Tbk. (BBSI), bank digital milik Grup Kredivo juga mencatatkan NIM yang tinggi sebesar 20,58%.

Selain itu, bank digital induk Shopee atau Sea Group, PT Bank Seabank Indonesia, mencatatkan NIM sebesar 15,41% per Maret 2024.

NIM bank digital lebih tinggi dibandingkan bank jumbo. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), misalnya, NIM mencatatkan 6,59% pada Q1 2024. 

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) juga mencatatkan NIM sebesar 4,01%, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) melaporkan NIM sebesar 4,89% dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dinilai memiliki NIM sebesar 5,62%.

Vice President Finance Amar Bank David Wirawan mengungkapkan, alasan NIM bank digital bisa lebih tinggi karena segmen pasar yang dibidik bank digital seperti Bank Amar berbeda. “Kami menyasar sektor ritel kecil, tentu merupakan sektor yang profil risikonya tinggi,” ujarnya usai acara publik, Rabu (29/5/2024).

Segmentasi pasar ini belum banyak mendapat perhatian dari perbankan. “Mungkin banyak dari mereka adalah fintech yang menyentuh sektor ini,” ujarnya.

Akibat tingginya risiko di sektor ini, bank mengkompensasinya dengan bunga pinjaman yang tinggi. “Jadi itulah yang menghasilkan NIM paling tinggi,” ujarnya.

Namun menurut dia, NIM bank digital seperti AMAR telah disesuaikan dengan manajemen risiko seperti cadangan yang lebih tinggi. Dengan demikian, secara riil NIM bank digital sama dengan bank lainnya.

Direktur SeaBank Indonesia Sasmaya Tuhuleley juga mengatakan tingginya NIM bank digital karena bank digital mengenakan bunga pinjaman yang tinggi. Suku bunga pinjaman yang tinggi ditetapkan karena bank digital menyasar segmen pinjaman berisiko tinggi.

“Jadi otomatis risikonya tinggi, NIM-nya tinggi. Tapi ujung-ujungnya setelah cadangan, sama saja. Itu karena sisanya [NIM] kita masukkan ke cadangan,” ujarnya. 

Guru Besar Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin juga mengatakan, NIM bank digital lebih tinggi karena bank digital mematok suku bunga lebih tinggi dibandingkan bank konvensional. 

“Penyebab tingginya NIM itu karena suku bunga, selain likuiditas yang dimiliki bank. Jadi kalau dilihat bank digital, itu lumrah sekali, wajar saja karena mereka memasang suku bunga tinggi,” ujarnya. kata Bisnis.

Ia mengungkapkan, bank digital menerima pendanaan dengan suku bunga deposito yang tinggi dan kemudian membayar suku bunga pinjaman kepada peminjam yang juga lebih tinggi dari rata-rata industri. Alhasil, NIM-nya lebih tinggi dibandingkan bank-bank besar.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan Channel WA