Bisnis.com, JAKARTA – Jumlah ATM dan cabang bank yang tutup di Indonesia masing-masing mencapai 12.227 dan 6.819 dalam 5 tahun terakhir. Penutupan kantor cabang dan ATM merupakan bagian dari strategi efisiensi seiring dengan pesatnya digitalisasi bank.

Berdasarkan data Survei Perbankan Indonesia yang dilansir Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Senin (3/6/2024), jumlah ATM, CDM, dan CRM di Indonesia mencapai 91.412 unit pada akhir tahun 2023. Jumlah tersebut mengalami penurunan sebesar 2.604 unit per tahun, atau dibandingkan akhir tahun 2022 sebanyak 94.016 unit.

Sebaliknya, dalam lima tahun terakhir terjadi pengurangan sebanyak 12.227 unit, dimana jumlah ATM, CDM dan CRM pada akhir tahun 2019 masih mencapai 103.639 unit. 

Tak hanya ATM, bank juga menutup ribuan cabang. Berdasarkan data Statistik Bank Indonesia yang diterbitkan OJK, jumlah kantor cabang bank di Indonesia akan mencapai 24.268 unit pada Februari 2024. Jumlah tersebut berkurang sebanyak 794 kantor dalam setahun. Sebaliknya, dalam lima tahun terakhir, jumlah kantor bank mengalami penurunan sebanyak 6.819 unit.

Sementara jumlah kantor cabang bank mencapai 3.423 unit. Dalam setahun, 33 cabang bank tersebut dikurangi. Kemudian, dalam lima tahun terakhir, jumlah cabang berkurang sebanyak 186 unit.

Ekonom Poltak Hotradero mengatakan kehadiran ATM kerap membebani perbankan dan berkontribusi pada peningkatan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). Semakin tinggi rasio BOPO menunjukkan semakin efisien bank tersebut dalam menjalankan usahanya.  

“Penurunan ATM telah menjadi tren global [karena tingginya biaya pemeliharaan, asuransi dan sewa]. Misalnya, di Tiongkok, jumlah ATM berkurang dari 150.000 menjadi 200.000 setiap tahun. Ke depan, pembayaran digital akan semakin besar. dan lebih populer.” ujarnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.

Ia juga mengatakan ketika pembayaran beralih ke digital, penggunaan mata uang akan berkurang dan bank sentral dunia menerima kondisi tersebut. “Karena pengelolaan uang itu mahal,” ujarnya.  

Poltak juga mengatakan, ketika transaksi menggunakan QRIS semakin populer di kalangan masyarakat, hal ini akan berdampak pada penggunaan ATM yang semakin tidak tepat.

Berdasarkan data Bank Indonesia, nilai nominal transaksi pembayaran menggunakan ATM atau kartu debit juga mengalami penurunan sebesar 12,49% year-on-year (year-on-year) pada April 2024 menjadi Rp 619,19 triliun.

Syaratnya berbeda dengan perbankan digital seperti perbankan QRIS. Nilai nominal transaksi perbankan digital mencapai Rp5.340,92 triliun atau tumbuh 19,08% YoY. Kemudian, nilai nominal transaksi e-money tumbuh 33,99% year-on-year mencapai Rp 90,44 triliun. 

Kemudian transaksi bernama QRIS tumbuh hampir 3 kali lipat atau 194,06% YoY, jumlah pengguna mencapai 48,90 juta dan jumlah merchant mencapai 31,86 juta. Selanjutnya pada April 2024, transaksi BI-FAST tumbuh 56,70% year-on-year mencapai Rp612,90 triliun. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel