Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat aset perbankan dalam negeri mencapai Rp 12.012,4 triliun pada Juli 2024 atau meningkat 8,91% year-on-year (y/y dengan tahun lalu) dengan nilai 11.030.030 triliun rupee.

Mengutip statistik terkini perbankan Indonesia OJK per Selasa (24/9/2024), hingga bulan ketujuh tahun ini, kelompok perbankan swasta nasional masih menguasai aset perbankan Indonesia senilai Rp5.394,45 triliun atau 44,91% dari total aset industri. . Jumlah tersebut meningkat 7,38% YoY dibandingkan mencapai INR 5.023,72 pada periode yang sama tahun lalu.

Sekelompok bank milik negara atau dikenal dengan bank pemerintah menduduki peringkat kedua dengan aset sebesar 5.054,01 triliun rupiah atau setara dengan 42,07% dari seluruh aset industri pada periode yang sama. Dari sisi tingkat pertumbuhan, nilai nominal juga meningkat sebesar 10,70% y/y dari Rp4.565,39 triliun, atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bank swasta nasional.

Selain itu, Kelompok Bank Pembangunan Daerah (BPD) menempati urutan berikutnya dengan aset senilai Rp982,64 triliun atau 8,18% dari total aset perbankan nasional. Angka tersebut meningkat 5,35% YoY dari total aset periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 932,76 triliun.

Sementara itu, Kantor Cabang Bank Asing (KCBLN) alias bank asing mencatatkan aset sebesar Rp 581,28 triliun atau 4,84% dari aset industri perbankan pada Juli 2024. Meski bank asing menempati posisi sementara dalam total nilai aset, namun bank asing mencatatkan posisi sementara dalam total nilai aset. kenaikan nilai terbesar sebesar 14,84% y/y dari level Rp 506,15 triliun pada Juli 2023.

Sedangkan kinerja aset perbankan sejalan dengan perkembangan kredit dan dana pihak ketiga (DPK). Kredit perbankan pada Agustus 2024 tumbuh 11,40% secara tahunan. Pada saat yang sama, DPK tumbuh sebesar 7% y/y. 

Deputi Gubernur BI Judah Agung sebelumnya mengisyaratkan dengan angka tersebut, pihaknya optimistis penyaluran kredit juga akan tumbuh pada kisaran 10-12% pada akhir tahun.

“Kalau kita lihat ke depan bagaimana [pertumbuhan pinjaman] sampai akhir tahun ini, pertama, pertumbuhan DPK masih tinggi di angka 7%,” ujarnya dalam konferensi pers usai hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI. di Jakarta, Rabu (18/9/2024).

Selain itu, kata dia, perbankan masih memiliki alat likuid yang besar, dibuktikan dengan rasio alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) sebesar 25,37%. Menurut Juda, hal ini berarti proporsi alat likuid berupa Surat Berharga Negara (SBN) dan Surat Berharga Bank Indonesia Rupiah (SRBI) cukup besar.

Ketiga, ekspansi fiskal pemerintah biasanya besar pada kuartal IV 2024. Oleh karena itu, ada potensi pertumbuhan DPK, tambahnya.

Ia menambahkan, BI juga membuka opsi pendanaan non-DPK melalui kebijakan rasio pendanaan luar negeri bank yang dikenal dengan RPLN. Menurutnya, hal ini memungkinkan perbankan memperluas ruang geraknya dengan menerima dana dari luar negeri.

“Pada akhirnya, penurunan suku bunga secara alami akan berkontribusi pada pertumbuhan permintaan pinjaman. “Dan biaya layanan perbankan juga semakin murah,” ujarnya.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel