Bisnis.com, JAKARTA – Bank of Japan (BOJ) melakukan langkah mengejutkan dengan menaikkan suku bunga acuan dan meluncurkan rencana rinci untuk memperlambat pembelian obligasi besar-besaran. 

Bank of Japan (BoJ) telah mengumumkan langkah untuk menaikkan suku bunga karena Federal Reserve (Fed) sedang memberi sinyal kemungkinan penurunan suku bunga pada awal September 2024. 

Dalam pertemuan dua hari yang berakhir pada Rabu (31 Juli 2024), Dewan Gubernur BOJ memutuskan untuk menaikkan suku bunga menjadi 0,25% dari 0-0,1% dengan voting 7 : 2.

Dengan langkah ini, Jepang menjauh dari kebijakan suku bunga negatif.

Bank sentral kemudian mengumumkan rencana pelonggaran kuantitatif (QT), memotong setengah pembelian obligasi bulanan menjadi ¥3 triliun, atau Rp320 triliun, dari saat ini sebesar ¥6 triliun sejak Januari hingga Maret 2026.

Langkah tersebut kontras dengan jajak pendapat Reuters pada 10-18 Juli 2024, di mana tiga perempat ekonom memperkirakan BOJ akan mempertahankan suku bunga tidak berubah pada bulan ini.

BoJ mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kenaikan tersebut mengingat kenaikan upah secara umum dan insentif bagi perusahaan untuk menawarkan biaya tenaga kerja yang lebih tinggi melalui premi layanan. 

Setelah itu, harga barang impor akan kembali naik meskipun saat ini terlihat sangat rendah, hal ini menunjukkan perlunya mewaspadai laju inflasi. 

“Dengan suku bunga yang berada pada rekor terendah, BOJ akan terus menaikkan suku bunga dan menyesuaikan tingkat likuiditas [jika perekonomian dan harga bergerak sesuai dengan perkiraan barunya],” ia mengakhiri pidatonya. 

Gubernur BOJ Kazuo Ueda mengatakan pada konferensi pers setelah pertemuan bahwa langkah tersebut akan bergantung pada data. 

“Dengan menaikkan suku bunga dari level yang sangat rendah dan menyesuaikan tingkat stimulus, kita dapat menghindari risiko perubahan besar dalam jangka pendek,” jelasnya. 

Ueda juga mengatakan masih banyak ketidakpastian mengenai suku bunga Jepang. 

Mengenai inflasi, kelompok tersebut membenarkan adanya kenaikan biaya jasa dan menyimpulkan bahwa siklus pertumbuhan harga akan berlanjut dengan inflasi yang moderat. Melemahnya yen akan meningkatkan harga impor, sehingga kelompok tersebut perlu mewaspadai risiko inflasi yang lebih tinggi. 

“Meski kita sudah menaikkan suku bunga, namun suku bunganya masih rendah. Tindakan kita tidak berdampak signifikan terhadap perekonomian,” jelasnya. 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel