Bisnis.com, Jakarta – PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. (BJTM) menanggapi wacana Organisasi Jasa Keuangan (OJK) yang mengalihkan Bank Ekonomi Rakyat (BPR) milik pemerintah daerah (PEMDA) ke Bank Pembangunan Daerah (BPD). Hal ini dilakukan untuk memastikan fokus antara BPR dan BPD.

Basrul Iman, Pimpinan Bank Jatim, mengatakan di tengah peninjauan kebijakan regulasi, pihaknya mengantisipasi permasalahan tersebut dengan memetakan status kesehatan BPR.

“Perlu dilakukan pemetaan dulu karena tidak semua BPR sehat,” ujarnya dalam laporan kinerja triwulan I 2024, Senin (29/4/2024) lalu.

Namun, tambahnya, wacana regulasi memang bisa menjadi peluang bagi Bank Jatim dan BPR di Jatim karena ada sinergi keduanya yang lebih kuat dan lebih baik untuk memperluas pangsa pasar yang lebih besar.

Makanya kita akan kerja sama di pasar Jatim karena pemegang sahamnya sama. Pemegang saham daerah BPR juga Bank Jetim, akan lebih kuat dan bagus untuk banyak bagian pasar, ujarnya.

Sementara itu, manajemen berkomitmen untuk selalu berupaya menciptakan nilai agar perusahaan dapat terus tumbuh sebagai badan usaha regional yang berorientasi pada skala yang lebih luas. Salah satu caranya adalah melalui pertumbuhan anorganik.

Bank Jatim jelas telah memiliki model bisnis untuk bekerjasama dengan BPR di wilayah Jawa Timur bernama APEX BPR Bank Jatim. Kerja sama yang berlangsung hingga saat ini meliputi fungsi pooling fund, bantuan finansial seperti dana pendamping dan bridging program, serta bantuan teknis seperti penyediaan teknologi informasi dan pengembangan produk serta pelatihan sumber daya manusia.

Secara total, anggota APEX BPR Bank Jatim berjumlah 98 BPR (milik pemerintah daerah dan/atau bukan milik pemerintah daerah) dengan saldo pinjaman khusus milik pemerintah daerah milik BPR senilai Rp22,7 miliar.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK Dian Edina Rae mengatakan, aturan mengenai kepemilikan dan konsolidasi BPR/BPRS, termasuk anggota pemerintah daerah dan pemerintah daerah, saat ini sedang diharmonisasi di lingkungan kementerian. Hak dan hak asasi manusia.

Namun rancangan peraturan kepemilikan dan penggabungan telah diberitahukan kepada BPR/BPRS dan asosiasi.

“Dalam penyusunan peraturan tersebut, OJK telah menerima tanggapan dan komentar Anda terhadap rancangan peraturan dimaksud,” ujarnya melalui keterangan tertulis.

Nantinya melalui inisiatif ini, BPD memiliki BPR sebagai lembaganya. Kemudian, perusahaan anggota BPR akan terus menyalurkan kredit mikro.

Jadi kepemilikannya tidak langsung, [bukan pemkab yang mengakuisisi] tapi melalui BPD yang nantinya akan memiliki BPR, kata Dian.

Artinya, BPD di setiap provinsi kini memiliki BPR milik pemerintah daerah. Menurut Dian, terdapat beberapa cabang BPR di berbagai daerah.

“Kalau Pemda [Pemda] ketergantungan, harus melalui siklus anggaran dan itu tidak mungkin,” ujarnya.

Sementara itu, OJK juga akan fokus pada penerapan aturan kebijakan kehadiran tunggal bagi BPR yang melarang satu pihak mengendalikan lebih dari satu bank, seperti yang berlaku pada bank umum.

Tujuan dari upaya ini adalah untuk mempercepat integrasi sektor BPR sebagai langkah meningkatkan kinerja dan meningkatkan pengelolaan operasional yang lebih baik.

Oleh karena itu, kebijakannya adalah satu orang tidak boleh memiliki lima atau 10 BPR. Sebelumnya beliau mengatakan: “Semua harus menjadi satu dan sebagian harus menjadi cabang agar tidak mengganggu akses keuangan masyarakat.”

Karena persaingan, agar BPR tumbuh dengan baik, BPR akan fokus pada sektor UMKM tanpa bersaing dengan bank-bank besar. Ke depan, BPR juga akan diarahkan ke bank rakyat, atau bank sosial, sehingga cara tersebut bisa dilakukan secara personal.

“Segmen pasar UMKM sangat luas, bisa dikatakan [pasar UMKM] tidak ditempati oleh bank-bank besar, termasuk BRI, karena skalanya terlalu kecil untuk bank-bank besar,” kata Dian.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel