Bisnis.com, Jakarta – Setelah PT Bank OCBC NISP Tbk, PT Bank Commonwealth (PTBC) membuka pemberitaan tentang PHK (PHK) ribuan karyawannya. (NISP) resmi mengakuisisi 99% saham Commonwealth Bank of Australia (CBA).

Manajemen Commonwealth Bank memastikan bahwa pegawai yang diberhentikan tersebut dibayar sesuai ketentuan yang berlaku.

Manajemen Commonwealth Bank mengatakan: “Terkait rencana penggabungan PT Bank Commonwealth (PTBC) menjadi PT Bank OCBC NISP Tbk (OCBC), manajemen akan memastikan karyawan yang diberhentikan mendapatkan haknya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bisnis, Selasa (24/7/2024).

Selain itu, kata manajemen Commonwealth Bank, OCBC Indonesia secara aktif memberikan kesempatan kepada karyawan PTBC untuk bergabung dengan OCBC Indonesia, sesuai dengan kualifikasi dan kemampuan masing-masing individu.

OCBC Indonesia mengumumkan pada awal Mei 2024 bahwa proses akuisisi PTBC telah selesai dan akan dimiliki sepenuhnya oleh OCBC Indonesia mulai 1 Mei 2024.

Sejalan dengan aksi korporasi tersebut, 1.146 pegawai PTBC mengalami PHK massal. Sebelumnya, para pekerja sempat khawatir dengan nasibnya setelah mendengar OCBC Indonesia akan mengambil alih PTBC pada November 2023.

Manajemen PTBC secara sepihak mengumumkan akan memberhentikan seluruh karyawannya, kata Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (PTI).

Ketua Opsi Saepul Tavip mengungkapkan, proses PHK akan dilakukan secara bertahap mulai April 2024 hingga Desember 2024 atau setelah proses merger selesai.

Ini sedang berjalan, sudah ada yang dipecat, kata Saipol dalam jumpa pers di TIS Square, Jakarta Selatan, Selasa (23/7/2024). Kebingungan mengenai hak terminasi

PTBC juga memberikan kompensasi berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, santunan gaji, uang pisah dan polis tambahan untuk masa kerja tertentu.

Saepul mengatakan Commonwealth Bank juga berjanji akan menempatkan pegawai terdampak di OCBC Bank Indonesia. Namun hal ini menjadi tanda tanya besar karena OCBC Indonesia pasti akan memilih pekerja yang akan bergabung dengan perusahaan tersebut. Artinya, tidak semua pegawai PTBC bisa bekerja di bank tersebut.

Dalam perkembangannya, manajemen kemudian memutuskan untuk memasukkan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) sebagai bagian dari pesangon.

Merujuk pada Halaman Acuan Jasa Keuangan (OJK), DPLK merupakan dana pensiun yang didirikan oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan program pensiun iuran pasti kepada perorangan, baik bekerja maupun berwirausaha. Dana ini terpisah dari dana pensiun pemberi kerja bagi pegawai bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan.

Saepul lantas menganggap keputusan yang diambil perusahaan itu salah. Hal ini juga dapat menurunkan nilai upah yang diterima karyawan.

Kalaupun ingin membayar DPLK sebagai bagian dari pembayaran premi, perhitungannya harus dimulai pada tahun 2021 atau sejak terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 35/2021 tentang kontrak kerja tetap, outsourcing, jam kerja dan jam istirahat. dan pemutusan hubungan kerja. 

Sejak diaturnya DPLK sebagai bagian dari gaji itu sendiri, baru belakangan ini diatur dalam peraturan. Artinya, uang DPLK yang sudah menjadi milik pegawai, baik diperoleh maupun tidak, harus dipisahkan paling lambat sejak berlakunya aturan ini. 

Kalau dihitung sebagian pesangonnya, itu setelah tahun 2021. Katanya, “Oleh karena itu, masa lalu tidak bisa dianggap sebagai bagian dari hak pemutusan hubungan kerja. 

Selain itu, pihak perusahaan diminta tidak memasukkan dana pembangunan, karena sesuai PP No. 35/2021, hanya iuran yang dianggap sebagai bagian pesangon, tidak termasuk pendapatan pembangunan.

Di sisi lain, opsi juga meminta PTBC memastikan gaji yang menjadi dasar penghitungan pesangon dan upah lainnya harus menyertakan komponen tunjangan tetap sebagaimana diatur dalam Pasal 54 PP No. 35/2021.

Rencananya, jika PTBC tetap menggunakan DPLK sebagai bagian dari pesangon, maka pihaknya akan membawa permasalahan ketenagakerjaan ini ke jalur hukum.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel