Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) mengumumkan penerapan penuh penggunaan insentif makroprudensial oleh perbankan. Sementara itu, kebijakan likuiditas bank sentral tetap terjaga dengan baik. Hal ini tercermin dari pertumbuhan pinjaman perbankan yang pada Juli 2024 berada di level 12,4 persen. 

Deputi Gubernur BI Judah Agung mengatakan, saat ini terdapat 124 bank yang menerima stimulus likuiditas makroprudensial sebesar Rp255 triliun atau 3,42% dari batas likuiditas 4% yang diajukan BI.

“Dana pihak ketiga [DPK] 4%, jadi implementasinya 3,42%,” ujarnya dalam konferensi pers RDG BI, Rabu (21/8/2024). 

Adapun kelompok bank yang paling banyak memanfaatkan insentif ini adalah bank pemerintah yang total pendapatannya 3,8% dari 4%. Sedangkan nilainya mencapai Rp 117 triliun.

Lalu di posisi kedua ada Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebesar 3,25% dengan jumlah Rp 24 triliun. Disusul 73 bank swasta domestik dengan angka Rp 109 triliun.

Terakhir, Bank Cabang Asing (KCBA) yang berjumlah 7 bank dengan total serapan insentif sebesar Rp 3,69 triliun. 

“Ke depan tentunya akan terus kita dorong dan evaluasi. “Kalau ada reformasi, terutama di sektor yang didorong,” ujarnya. 

Sementara itu, Gubernur BI Perry Varjiyo mengatakan stimulus likuiditas sebenarnya merupakan kebijakan makroprudensial yang dilakukan BI untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sedangkan cara yang dilakukan adalah dengan mendorong perbankan menyalurkan pinjaman untuk pembangunan ekonomi. 

Makanya setiap enam bulan sekali kita kemarin membahas sektor penggerak perekonomian, tidak hanya mineral dan batu bara, tapi juga pertanian, perkebunan, dan peternakan. Sektor real estate juga kita dorong untuk UKM dan mikro wisata, ujarnya. 

Sementara itu, lanjutnya, berbagai divisi di BI sedang berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan, termasuk sektor perumahan dimana BI memberikan stimulus makroprudensial dan kemudian Kementerian Keuangan memberikan stimulus fiskal.

Ke depan, kata Perry, sebagai bagian dari komitmen mendorong sektor padat karya, BI akan terus mengkaji insentif likuiditas, salah satunya untuk sektor penciptaan lapangan kerja. 

“Bagi bank yang mengalokasikan ke sektor ini, kami akan memberikan penyisihan likuiditas, namun pada waktunya akan kami kaji ulang,” ujarnya. 

Seperti diketahui, Perry sebelumnya memberitakan kemungkinan total stimulus mencapai Rp 280 triliun hingga akhir tahun.  

Tambahan likuiditas ini dimaksudkan agar perbankan dapat menyalurkannya ke sejumlah sektor prioritas, mulai dari pertambangan dan batu bara, pertanian, perkebunan, pariwisata, perumahan, UKM hingga sektor hijau.  

Lebih rincinya, sejak Maret 2024, nilai manfaat yang diberikan kepada perbankan mencapai Rp 165 triliun. Angka tersebut kemudian meningkat menjadi Rp 255,8 triliun pada Juni 2024.

Sementara itu, insentif tersebut diserap oleh seluruh kelompok perbankan pada periode tersebut, dimana bank-bank BUMN mendapat tambahan insentif senilai Rp 36,4 triliun. Dari Rp82 triliun, kini mencapai Rp118,4 triliun pada Juni 2024.  

Selain itu, bank swasta dalam negeri mendapat tambahan tunjangan senilai Rp44,1 triliun dari Rp64,8 triliun pada Maret 2024 menjadi Rp108,9 triliun pada Juni 2024.

BPD kemudian mendapat tambahan stimulus sebesar 9 triliun dari Rp15,9 triliun menjadi Rp24,9 triliun. Terakhir, KCBA menerima pembayaran likuiditas sebesar Rp1,3 triliun, naik dari Rp2,3 triliun menjadi Rp3,5 triliun di bulan Maret. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan Channel WA