Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah mengusulkan perpanjangan kebijakan stimulus restrukturisasi kredit Covid-19 hingga 2025. Jika berhasil, bank mana yang diuntungkan?

Staf Ahli Senior Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan, secara umum perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19 akan baik hingga sisa restrukturisasi perbankan berkurang.

Kemudian, permasalahan kredit bermasalah (NPL) membaik, khususnya pada kredit usaha rakyat (KUR) dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Peminjam juga bisa melakukan pembayaran secara rutin sehingga tidak menjadi beban bank.

Sementara menurutnya, jenis bank yang paling diuntungkan dengan wacana perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19 adalah bank yang banyak memberikan kredit kepada UMKM, seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI). 

“BRI dan bank-bank lain yang banyak menyalurkan kredit UMKM, termasuk BPD yang bermain di segmen ini, akan banyak dampak positifnya dan memberikan kelegaan,” kata Amin kepada Bisnis, Jumat (28/6/2024).

Menurut dia, bank-bank tersebut bisa menjaga NPL dan menurunkan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) agar tidak terlalu besar. Dengan kondisi tersebut, pendapatan bisa meningkat hingga akhir tahun ini dan tahun depan.

BRI dikenal sebagai bank yang banyak menyalurkan kredit ke segmen UMKM. Pangsa penyaluran kredit UMKM di BRI mencapai 83,25%. 

Sebelumnya Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 memang terbukti mampu menyelamatkan sebagian besar usaha UMKM di masa pandemi Covid-19 yang mulai mewabah di Indonesia pada tahun 2020.

Namun BRI menerapkan strategi soft landing untuk mengantisipasi dampak berakhirnya restrukturisasi kredit Covid-19. Agar tidak berdampak besar terhadap kinerja kualitas kredit atau kinerja keuangan BRI secara umum, kata Sunarso sebelumnya (1/4/2024).

Sedangkan BRI tercatat memiliki sisa kredit restrukturisasi Covid-19 sebesar Rp41,5 triliun hingga Maret 2024. BRI sendiri mencatatkan NPL gross sebesar 3,27% pada Maret 2024, meningkat dibandingkan Maret 2023 sebesar 3,02%. NPL neto juga meningkat dari 0,82% menjadi 1%.

Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. o Bank BJB (BJBR) Yuddy Renaldi mengatakan berakhirnya kebijakan relaksasi Covid-19 memang akan berdampak positif bagi sebagian rekening, terutama pada segmen yang belum pulih pasca pandemi berakhir.

“Iya masuk dalam BJB, selain dipengaruhi oleh dinamika perekonomian yang terjadi pasca pandemi,” ujarnya dalam Bisnis, Selasa (25/6/2024).

Namun, menurut Yuddy, meski tidak diperpanjang, perbankan juga diharapkan dapat membangun cadangan yang cukup sehingga tidak berdampak besar terhadap permodalan dan profitabilitas bank. 

Bank BJB mencatatkan total NPL BJB pada level 1,46% pada Maret 2024, dari Maret 2023 pada level 1,21%. Sedangkan NPL netto meningkat dari 0,53% menjadi 0,85%.

Efek terhadap Bahaya Moral

Meski berdampak positif pada sejumlah bank, Pengamat Ekonomi Aviliani mengingatkan perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19 tidak boleh menimbulkan moral hazard. “Restrukturisasi itu bukan untuk umum. Namun sebenarnya [restrukturisasi] sangat diperlukan dan masih ada permasalahannya,” ujarnya.

Direktur Kepatuhan PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) Efdinal Alamsyah juga mengatakan, dalam wacana perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

“Jika ingin memperpanjang stimulus restrukturisasi Covid-19 hingga tahun 2025, memperpanjang restrukturisasi terlalu lama dapat menimbulkan moral hazard,” ujarnya.

Menurut dia, debitur tidak mempunyai insentif untuk memperbaiki keadaan keuangannya karena harapan akan adanya keringanan yang berkelanjutan. Selain itu, perpanjangan stimulus restrukturisasi kredit Covid-19 hanya bisa menjadi penundaan permasalahan. 

“Restrukturisasi kredit yang berkepanjangan hanya akan menunda permasalahan debitur yang pada akhirnya tidak dapat memulihkan usahanya, dan akan terjadi peningkatan kredit macet setelah masa restrukturisasi,” ujarnya.

Perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19 juga bisa menjadi beban bagi perbankan. Jika bank terus menanggung pinjaman yang direstrukturisasi, hal ini dapat mengganggu profitabilitas dan kemampuan bank untuk memberikan kredit baru.

“Jadi, pemberian stimulus restrukturisasi kredit Covid-19 harus benar-benar mempertimbangkan kondisi perekonomian saat ini, tingkat pemulihan sektor-sektor yang paling terkena dampak, dan kemampuan sistem perbankan dalam menyerap risiko tambahan,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan, dalam pengambilan keputusan penghentian restrukturisasi kredit Covid-19, OJK sudah memperhitungkan dampaknya.

OJK juga mempertimbangkan kecukupan modal, cadangan atau CKPN, likuiditas, dan kapasitas pertumbuhan kredit lembaga jasa keuangan.

Meski demikian, OJK memahami usulan pemerintah untuk memperpanjang restrukturisasi kredit Covid-19. “Ada perhatian khusus terhadap potensi pertumbuhan kredit di beberapa segmen,” ujarnya usai Talkshow Edukasi Keuangan Bundaku, Selasa (25/6/2024).

OJK juga akan mempelajari usulan pemerintah terkait perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19. “Jadi, kami sedang melakukan analisa, baik terkait dengan apa yang telah diselesaikan pada bulan Maret, restrukturisasi kredit yang bersifat pandemi, maupun isu yang diangkat [perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19]. Ada potensi, kemungkinan terbatas pertumbuhan kredit di beberapa segmen,” ujarnya.

Pemerintah meminta perpanjangan kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan terdampak Covid-19 hingga tahun 2025.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit ini merupakan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan diusulkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

“Tadi ada arahan dari Presiden agar restrukturisasi kredit akibat Covid-19 yang seharusnya jatuh tempo pada Maret 2024 diusulkan ke OJK, kemudian melalui KSSK dan Gubernur BI ditunda hingga tahun 2025,” ujarnya di Istana Kepresidenan. kompleks, Senin (24/6/2024).

Airlangga menjelaskan, tujuan pemberian stimulus adalah untuk mengurangi beban perbankan dalam menanggung kerugian akibat meningkatnya kredit bermasalah. 

Bisnis mencatat, sisa kredit yang direstrukturisasi hingga 31 Maret 2024 sebesar Rp 228,03 triliun, turun dibandingkan posisi akhir tahun 2023 sebesar Rp 265,78 triliun.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel