Bisnis.com, JAKARTA – Pakar keamanan siber menyebut bandar judi online seringkali tidak ada di Indonesia sehingga sulit untuk menjaring bandar judi online. Selain itu, bandar taruhan online juga sering berlokasi di negara-negara yang melegalkan perjudian.
Pratama Persadha, pengamat dan ketua Pusat Penelitian Keamanan Siber untuk Lembaga Keamanan Komunikasi dan Informasi (CISSReC), mengatakan anonimitas bandar judi online juga membuat sulit untuk menangkap bandar judi online.
“Menurut kami, penangkapan bandar judi bukanlah prioritas utama karena yang terpenting adalah bagaimana menurunkan tingkat perjudian online di Indonesia agar semakin banyak masyarakat yang tidak menjadi korban perjudian online,” kata Pratama kepada Bisnis, Minggu ( 7/7). /2024).
Meski demikian, Prathama mengatakan penangkapan bandar judi online merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan untuk menghentikan perjudian online. Namun jika sangat sulit menjaring bandar judi online, Pratama mengusulkan untuk fokus memutus rantai antara pengguna judi online dan judi online.
Caranya, lanjutnya, dengan memblokir akses server perjudian online, memblokir nomor rekening dan dompet digital yang digunakan untuk deposit, serta menangkap influencer dan agen yang mengiklankan dan mengoperasikan situs perjudian online.
Pratama meyakini Indonesia akan sulit melepaskan diri dari praktik perjudian online. “Akan sulit bagi Indonesia untuk sepenuhnya menghilangkan perjudian online karena pemerintah akan bersaing dengan bandar taruhan dan operator perjudian online dalam masalah ini,” ujarnya.
Meski belum bisa diberantas secara tuntas, Prathama berharap beberapa tindakan yang dilakukan Satgas Penghapusan Judi Online bisa efektif mengurangi jumlah orang yang terjebak dalam siklus perjudian online.
Seperti yang Anda ketahui, perjudian online telah meledak di semua kalangan, mulai dari anak-anak, ibu rumah tangga, polisi, hingga anggota DPR.
Berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), transaksi perjudian online mulai banyak terjadi sekitar tahun 2019, 2020, dan 2021.
Pada tahun 2017, PPATK disebutkan menemukan dana sekitar Rp 2,1 triliun terkait transaksi perjudian online. Setahun kemudian atau pada tahun 2018, dana tersebut meningkat menjadi Rp 3,9 triliun dan meningkat secara eksponensial hingga tahun 2021.
“Yang paling masif dari tahun 2021 hingga 2022 Rp 57 triliun hingga Rp 104 triliun. “Setelah mengalami pertumbuhan pada tahun 2023, kami menemukan jumlah transaksi terkait judul ini sebesar Rp 327 triliun,” kata Kepala PPATK, PPATK Ivan Justiavandana.
Padahal, pada kuartal I 2024, PPATK sudah membuka transaksi lebih dari Rp 101 triliun. Dalam kurun waktu yang sama, PPATK menganalisis lebih dari 60 juta transaksi keuangan terkait perjudian online.
Selain itu, Ivan mengatakan ada lebih dari 1.000 anggota DPR dan DPRD yang terlibat dalam perjudian online atau perjudian online. Menurut dia, nilai simpanan pelaku judi online di kelompok legislatif bisa mencapai Rp 25 miliar. Sedangkan satu orang bisa menghasilkan ratusan juta hingga miliaran rupee dari transaksi judi online.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel