Bisnis.com, JAKARTA – Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) membicarakan kelanjutan proyek Satelit Satria-2 yang menelan biaya pembangunan lebih dari Rp 13 miliar. Kehadiran Starlink milik Elon Musk yang menyediakan layanan internet berkecepatan tinggi dicermati. 

Direktur Infrastruktur Badan Layanan Umum Ismawan Bakti Danny Januar mengatakan, satelit berkecepatan tinggi atau satelit serba guna Satria pada dasarnya merupakan pasar yang berbeda dengan Starlink. Satria akan memberikan layanan kepada pemerintah untuk mengelola data penting.

Soal nasib Satria-2 yang lebih mumpuni dibandingkan Satria-1, Bakti tidak terlalu berarti. Dia mengatakan, pengembangan proyek tersebut masih berjalan sesuai rencana. 

“Masih dalam tahap perencanaan. Kita belum selesai. “Saya belum tahu [berhenti atau dilanjutkan], sejauh ini masih dalam perencanaan,” kata Danny kepada Bisnis, Selasa (6/4/2024). 

Danny menambahkan, rencana Bakti mencakup penggunaan teknologi yang efisien dan efektif seperti Starlink untuk menyediakan akses Internet ke daerah tertinggal, perbatasan, dan periferal. 

Pada 16 Desember 2023, Kepala Divisi Infrastruktur Satelit Sri Sanggrama Aradea Satria Bakti Kominfo menyampaikan bahwa pemerintah berencana membangun Satelit Satria-2 berkapasitas 300 Gbps.

Kemungkinan satelit tersebut akan dibagi menjadi beberapa unit satelit dengan kapasitas 150 Gbps di setiap unitnya. 

Untuk penyediaan Satelit Satria-2, pemerintah bergantung pada pinjaman luar negeri, dengan 4 negara masuk dalam rencana pembiayaan. Total biaya yang dibutuhkan sekitar Rp 13 miliar.

“Negara asing yang berminat dengan teknologi itu adalah China, Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis. Jadi satelitnya akan dibangun di sana menggunakan teknologi mereka,” kata Aradea kepada Bisnis, Jumat (15/12/2023). 

Satria-2 merupakan bagian dari rencana strategis Kementerian Komunikasi dan Informatika 2020-2024, Satria-2 2 kali lebih cepat dibandingkan Satria-1 yaitu 300 Gbps. Tujuan diperkenalkannya satelit ini adalah untuk menyediakan internet yang lebih andal di daerah pedesaan. 

Pada bulan Februari 2022, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate Indonesia, ASEAN dan Timor Leste H.E. John Jenkins. 

Dalam pertemuan yang berlangsung hampir satu jam tersebut, Johnny dan Duta Besar Owen Jenkins membahas kemitraan Satria-2 yang akan dibangun Airbus melalui UK Export Financing. 

Terkait kerja sama dengan Airbus, Aradea mengatakan, Bakti masih terus berkomunikasi. Pengadaan Satelit-2 saat ini sedang dikaji.

“Kami melihat pada akhirnya kami akan menggunakan teknologi satelit mereka, tidak hanya di Inggris, tapi juga di Prancis dan Amerika Serikat,” kata Aradea. 

Kemudian untuk membuat slot orbit, lanjutnya, digabungkan menjadi barang pembuatan satelit. Artinya, produsen satelit bertanggung jawab menentukan slot orbit. 

“Misalnya negara A akan membangun 2 satelit Satria-2 beserta pengorbitnya. Itu akan dimasukkan dalam paket tender. Orbit Indonesia atau orbitnya, itu pilihan produsen satelit, kata Aradea. 

Ditambahkan Aradea, sesuai data yang tertuang dalam Bakti Green Book, Satelit Satria-2 akan menyediakan internet hingga 45.000 titik. 

“Masih kita diskusikan pastinya, karena kapasitas Satria-1 sendiri memang belum ada, karena nanti kita akan namakan 3 satelitnya,” kata Aradea.

Aradea juga mengatakan, tujuan dari pembukaan atau penetapan titik layanan adalah untuk meningkatkan kapasitas di berbagai titik. 

Secara teknis, ada beberapa titik Satria-1 yang nantinya akan dialihkan ke Satria-2 agar pelayanan yang diterima masyarakat menjadi lebih baik. Namun, dia mengisyaratkan tujuan Satria-2 adalah memperluas layanan hingga menjangkau wilayah baru.  Sedangkan untuk peluncuran Satria-2 masih dalam tahap finalisasi. 

“Ini tentang lokasi baru yang tidak terjangkau oleh teknologi serat optik atau gelombang mikro,” kata Aradea. 

Menurut analis dan konsultan teknologi satelit Kanaka Hidayat, kebutuhan layanan data, termasuk internet satelit, di pedesaan semakin meningkat. Menurut data Kanaka, pertumbuhan konsumsi data satelit di pedesaan mencapai 10% per tahun. 

“Kebutuhan Internet terus meningkat, jadi kalau dulu 2 Mbps, sekarang 10 Mbps, sekarang 4 Mbps, maka 10 tahun akan terasa sangat kecil,” kata Kanaka.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel