Bisnis.com, JAKARTA – Gula merupakan salah satu bahan tambahan makanan yang paling dihindari saat menjaga pola makan. Terkadang kita sering tidak menyadari bahwa kita mengonsumsi terlalu banyak gula.

Kementerian Kesehatan di Indonesia dan dunia membatasi konsumsi gula hanya 50 gram atau hanya sekitar 4 sendok makan per hari.

Meski terkesan kecil, jumlah gula tersebut bisa dipenuhi hanya dengan meminum segelas soda atau sebatang kecil coklat. 

Oleh karena itu, banyak dari kita yang mengonsumsi gula lebih dari jumlah tersebut, dengan rata-rata orang dewasa mengonsumsi sekitar 90 gram gula sehari, hampir dua atau empat kali lipat dari jumlah yang disarankan.

Sebagian besar dari jumlah ini berasal dari sumber tersembunyi. Gula tidak hanya ditemukan pada permen, kue, dan soda, tetapi juga pada makanan olahan, yang sering kali disembunyikan dengan nama berbeda, sehingga sulit dikenali dalam daftar bahan.

Gula seringkali diberi label dengan nama yang berbeda-beda sehingga sulit untuk diidentifikasi. Istilah umum meliputi:

– Sukrosa

– Glukosa atau sirup glukosa, juga dikenal sebagai dekstrosa

– Fruktosa: gula buah, umum ditemukan pada buah dan sirup jagung.

– Sirup jagung fruktosa tinggi: digunakan dalam banyak minuman ringan.

– Maltosa: Gula Malta, ditemukan dalam roti dan bir.

– Dekstrosa: bentuk lain dari glukosa.

– Laktosa: gula susu yang ditemukan dalam produk susu.

– Gula invert : berasal dari sukrosa yang terdapat pada permen.

– Madu, sirup agave, sirup maple, yang meskipun sering dianggap sebagai alternatif “alami”, tetap saja gula.

Jadi bagaimana Anda mengenali tanda-tanda tubuh Anda mengonsumsi terlalu banyak gula?

Dilaporkan oleh Vogue, Dr. Lela Ahlemann, spesialis dermatologi dan pengobatan nutrisi, menguraikan tanda-tanda tubuh mengonsumsi gula berlebihan:

1. Berat badan bertambah karena sering merasa lapar

Bukan rahasia lagi kalau gula mengandung kalori yang tinggi. Namun, ada alasan lain mengapa gula membuat berat badan kita cepat bertambah, yaitu karena memicu rasa lapar.

“Jika Anda makan terlalu banyak gula, Anda akan terus-menerus merasa lapar,” kata Dr. Ahlemann.

Pasalnya, gula meningkatkan glukosa darah dalam jangka pendek, namun tidak memberikan efek mengenyangkan dalam jangka panjang karena kekurangan serat. 

Rasa lapar terus-menerus, yang memicu makan terus-menerus, yang pada akhirnya menyebabkan penambahan berat badan, yang merupakan tanda terlalu banyak gula.

2. Jerawat muncul

Dr. Ahlemann mengatakan, ketika kita makan terlalu banyak gula, tidak hanya kadar insulin yang meningkat, tetapi juga hormon dalam darah yang disebut insulin-like growth factor 1, atau disingkat IGF-1. 

Bersama dengan insulin, IGF-1 akan merangsang kelenjar sebaceous dan menyebabkan keratinisasi berlebihan di area kelenjar sebaceous, sehingga kelenjar tersebut tersumbat, dan dapat terbentuk jerawat serta peradangan di sana.

3. Mengidam dan perubahan suasana hati

Gula menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah secara tiba-tiba, yang memicu peningkatan insulin. Seringkali respons insulin begitu kuat hingga melebihi batas, sehingga kadar gula darah Anda turun sebelumnya. Hal ini menyebabkan meningkatnya keinginan untuk makan dan, bagi sebagian orang, perubahan suasana hati.

Siklus naik turunnya kadar gula darah ini juga bisa membuat Anda merasa mudah tersinggung dan terus-menerus mencari lebih banyak gula untuk menstabilkan suasana hati.

4. Melemahnya sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan peradangan

Dr. Ahlemann menjelaskan, “Ketika kita makan terlalu banyak gula, hal itu membebani kemampuan usus kecil untuk menyerapnya. 

Sisa gula berakhir di usus besar, memberi makan bakteri yang menghasilkan endotoksin yang memasuki aliran darah. Racun ini dapat memicu peradangan diam-diam di dalam tubuh, mempercepat penuaan dan melemahkan sistem kekebalan tubuh seiring berjalannya waktu.

5. Penuaan dini

Mengonsumsi banyak gula menyebabkan terbentuknya AGE (Advanced Glycation End Products). Proses ini memperkuat serat kolagen, menjadikannya rapuh dan rentan terhadap degradasi. 

Proses ini mirip dengan karamelisasi, yaitu menyebabkan ikatan silang pada kolagen sehingga menurunkan kualitas kulit dan menghambat kemampuan tubuh untuk memperbaiki dirinya sendiri. Akibatnya, kulit akan mulai menunjukkan kerutan dini dan kehilangan elastisitas kulit.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel