Bisnis.com, JAKARTA – Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (Terpilih) menilai pemerintah mengabaikan meningkatnya angka PHK di Indonesia (HK). Ia juga percaya bahwa situasi ketenagakerjaan di negara ini buruk.
Presiden Opsi Saepul Tawip mengatakan, belum ada pertumbuhan dan perkembangan signifikan dalam penciptaan lapangan kerja pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Saat ini kondisi kerja di Indonesia kurang baik. “Bisa saja terkena stroke,” kata Saepul, Kamis (22/08/2024).
Menurutnya, keberadaan “UU Cipta Kerja” yang awalnya diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja, justru menjadi akhir dunia bagi para pekerja.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Saepul mengidentifikasi adanya tren penurunan penciptaan lapangan kerja di sektor formal selama 10 tahun kepemimpinan Jokowi pada 2014 hingga 2024.
Pada periode pertama pemerintahan Jokowi, terdapat 8,5 juta orang yang bekerja di sektor formal. Pada kuartal kedua, jumlah ini turun menjadi 2 juta orang.
Menurutnya, investasi yang masuk ke Indonesia sebenarnya tidak padat karya, melainkan membutuhkan teknologi yang tidak bisa menyerap tenaga kerja di Indonesia yang tingkat pendidikannya sangat rendah.
Investasi asing di Tanah Air juga disebut-sebut berkualitas buruk karena rendahnya upah.
Dia mengatakan hal ini sejalan dengan kebijakan upah rendah dalam undang-undang yang bertujuan untuk menciptakan lapangan kerja.
Saepul mengatakan, kenaikan upah minimum setiap tahunnya tidak memenuhi kebutuhan riil pekerja. Alhasil, banyak karyawan yang beralih ke pinjaman online untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Alih-alih mengendalikan pengangguran, pemerintahan Jokowi malah menciptakan pengangguran baru. Hal ini merupakan indikator peningkatan jumlah PHK tidak hanya di sektor manufaktur, namun juga di sektor jasa, perbankan, telekomunikasi, dan perdagangan.
Sisi negatifnya, nilai pesangon yang diterima pekerja saat di-PHK turun, ujarnya.
Dia melanjutkan, penurunan biaya pesangon merupakan dampak dari UU Cipta Kerja. Tak hanya itu, pengusaha abal-abal yang penuh siasat menghalangi pekerjanya menerima pesangon dan hak lainnya, menurunkan besaran pesangon.
Di sisi lain, asuransi kompensasi pekerja dinilai belum cukup efektif sebagai solusi mengatasi kesulitan ekonomi pekerja pasca PHK. Persyaratan dan prosedur yang rumit menghalangi banyak pekerja untuk menggunakan fasilitas ini.
“Kontrak, outsourcing, magang, pekerjaan freelance, kemitraan, dan banyak lagi. “Hubungan kerja yang fleksibel seperti ini membuat pekerja tidak mungkin mendapatkan manfaat tersebut,” tutupnya.
Lihat Google Berita dan berita serta artikel WA lainnya