Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta posisi Kabinet Indonesia Maju (KIM) menjaga stabilitas politik dan ekonomi untuk meningkatkan ekspektasi pasar.

Secara khusus, kata Jokowi, stabilitas politik juga perlu terus dipantau karena kekacauan politik dapat melemahkan daya saing suatu negara.

Hal itu diungkapkannya saat menyampaikan pidato pembuka pada Rapat Umum Tingkat Menteri tentang Kondisi Perekonomian Saat Ini dengan Jabatan Dewan Pembangunan Indonesia (KIM) di Istana Negara, Senin (24/6/2024).

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga berharap peralihan pemerintahan saat ini ke pemerintahan berikutnya bisa berjalan lancar dan efisien. Perlu diingat bahwa setiap tindakan yang dilakukan pemerintah juga terlihat di dunia.

“Hati-hati dengan permasalahan yang muncul setiap hari dan hadirkan permasalahan yang baik agar pasar yakin bahwa pasar optimis bahwa fundamental perekonomian kita dalam kondisi baik,” pungkas Jokowi.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengakui guncangan perekonomian seperti tekanan terhadap rupiah akibat faktor domestik juga disebabkan oleh spekulasi stabilisasi fiskal ke depan.

Menurut dia, naik turunnya nilai tukar rupiah disebabkan oleh keadaan khusus perekonomian Indonesia dan antusiasme yang bersifat sementara. Namun kondisi sentimental menjadi ancaman terbesar yang menyebabkan nilai tukar rupiah terpuruk hingga ke level Rp 16.400 per dolar AS.

Hal itu disampaikannya usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selaku salah satu perwakilan Komite Stabilitas Perekonomian (KSSK) guna membahas perubahan pasar terkait perkembangan pembicaraan APBN dengan DPR di Istana Kepresidenan, Kamis (20/6). / ) 2024).

“Ada juga persoalan gagasan konsolidasi fiskal ke depan, hal ini menimbulkan sentimen yang kemudian memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah,” ujarnya kepada wartawan.

Perry juga menegaskan, kondisi dasar perekonomian Indonesia sejauh ini masih baik. Namun, adanya banyak emosi jangka pendek mempengaruhi nilai tukar.

Tidak dapat dipungkiri, banyak sentimen di sektor perumahan yang membuat rupiah melemah, termasuk sentimen terhadap stabilitas keuangan APBN pada pemerintahan baru.

Perry mengatakan sentimen teknikal jangka pendek melemahkan rupiah. Ini adalah persyaratan umum untuk imbal hasil dividen perusahaan di Indonesia.

Hal ini bisa terjadi pada paruh kedua setiap tahunnya. Namun, pada kuartal ketiga, yang dimulai pada bulan Juli, kami memperkirakan sentimen ini akan semakin menurun.

“Pada triwulan II tahun 2024 yang berakhir pada bulan Mei biasanya terjadi peningkatan permintaan dari perusahaan. Biasanya pada triwulan II perusahaannya harus membayar dividen dan juga membayar utang, namun nanti pada triwulan III tahun 2024 ada tidak akan ada lagi,” katanya.

Selain itu, lanjut Perry, jika melihat sentimen global, penyebab utamanya adalah suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) yang belum juga ambruk. Hal ini menjadi magnet bagi modal yang meninggalkan negara-negara berkembang menuju Amerika Serikat.

Perry mengatakan kenaikan imbal hasil Treasury AS juga menarik modal dari negara-negara berkembang. Tak hanya itu, lanjutnya, saat ini juga terdapat tren suku bunga rendah dari Bank Sentral Eropa yang dapat mempengaruhi situasi nilai tukar Indonesia. 

“Sejauh ini Fed Fund Rate masih belum bisa dipastikan berapa kali akan turun hingga akhir tahun. Perkiraan kami akan turun satu kali pada akhir tahun,” kata Perry.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel