Bisnis.com, JAKARTA — Konglomerat penerbitan, PT Astra International Tbk. (ASII) sedang mempersiapkan serangkaian strategi investasi tahun ini. Upaya yang dilakukan adalah memperkuat lini bisnis inti dan memperluas ke wilayah baru.

CEO Astra International Johnny Bunarto Tjondro mengatakan, pihaknya sudah membuat rencana investasi sejak dua tahun lalu. “Kami membagi investasi atau arah investasi menjadi dua atau tiga bagian. Investasi yang kami perlukan adalah untuk meningkatkan produktivitas dan mengefektifkan bisnis inti,” kata Johny saat paparan publik, Kamis (8/8/2024).

Saat ini, bisnis inti perseroan terdiri dari tujuh sektor dengan kontribusi beragam. “Namun ketujuh bidang bisnis inti tersebut dari waktu ke waktu perlu dioptimalkan dengan berbagai cara. Bagaimana investasinya, apakah di bisnis inti, di samping bisnis inti, atau memperluas cakupannya,” kata Johny.

Misalnya saja Astra yang berinvestasi di sektor keuangan dengan mengakuisisi PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) melalui Astra Financial pada tahun 2022. Sementara itu, BJJ telah meluncurkan layanan digital bernama Bank Saqu.

Astra juga berupaya memperkuat bisnis intinya dengan mengakuisisi platform OLX. Tujuan akuisisi OLX adalah untuk memperkuat ekosistem bisnis mobil bekas.

“Ini merupakan rangkaian investasi untuk memperluas cakupan sekaligus mengoptimalkan bisnis inti,” kata Johny.

Sementara itu, Astra juga berupaya untuk masuk ke wilayah baru dengan mempertimbangkan potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan melakukannya secara selektif. Astra, misalnya, berinvestasi di bidang kesehatan.

“Tentu saja layanan kesehatan adalah industri yang kami geluti dengan serius. Sektor kesehatan memiliki potensi pertumbuhan yang baik,” kata Johny. Di bidang kesehatan, Astra berinvestasi pada platform ekosistem kesehatan digital Halodoc.

Selain itu, Astra berupaya memasuki industri non-batubara sejalan dengan ambisi transisi energinya.

Strategi investasi Astra juga didukung oleh peluang pembiayaan. Astra telah merencanakan belanja modal (capex) pada tahun 2024 setelah penyesuaian mencapai 37 triliun rupiah. Sementara itu, hingga semester I 2024, belanja modal yang terserap mencapai 12,3 triliun. Rp atau 33,24%.

Seperti diketahui, pada paruh pertama tahun 2024, ASII mencatatkan penurunan laba bersih dan pendapatan. Laba bersih ASII tercatat turun 9,12% year-on-year (y-o-y) menjadi Rp 15,85 triliun pada semester I 2024 dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 17,44 triliun.

Pendapatan ASII pun meningkat 1,49% menjadi Rp159,96 triliun dibandingkan Rp162,39 triliun pada periode yang sama tahun 2023.

Jika dirinci berdasarkan segmen, pendapatan ASII ditopang oleh segmen otomotif sebesar Rp65 triliun, disusul alat berat dan pertambangan (Rp64,51 triliun), serta jasa keuangan sebesar Rp15,91 triliun. Berikutnya sektor agrobisnis Rp10,31 triliun, disusul infrastruktur Rp4,05 triliun, teknologi informasi Rp1,28 triliun, dan real estate Rp520 miliar.

Pendapatan tersebut dikurangi biaya likuidasi sebesar 1,64 triliun rupiah. Sejalan dengan penurunan pendapatan, nilai komoditas ASII juga turun 1,10% menjadi Rp124,36 triliun dibandingkan Rp125,76 triliun pada 6 bulan pertama tahun 2023.

Alhasil, laba kotor ASII sebesar Rp35,6 triliun atau turun 2,81% menjadi Rp36,63 triliun.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan saluran WA