Bisnis.com, Jakarta – Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki memastikan aplikasi Temu terkait belum diterapkan dan tidak akan diterapkan di Indonesia oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isia Karim membenarkan, permohonan pendaftaran atau izin Temu belum diajukan ke Kementerian Perdagangan. Menurutnya, belum ada aplikasi e-commerce asal China yang diluncurkan di Indonesia.

“Pertemuannya belum dilakukan, mungkin di Malaysia, di Indonesia belum, dan Kementerian Perdagangan belum dihubungi,” kata IC dalam pertemuan di Gedung Parlemen, Kamis (13/6/2024).

IC juga menegaskan, model bisnis penerapan Temu yaitu penjualan produk dari pabrik ke konsumen atau factory to konsumen (F to C) tidak berlaku di Indonesia. Pasalnya, rencana bisnis F hingga C melanggar kebijakan terkait yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2929 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Usaha.

“Kita tidak punya model pertemuan F to C, distribusinya terpengaruh PP 29, produsen tidak bisa langsung ke konsumen,” ujarnya.

Menurut Isi, rencana F to C yang ada di aplikasi Temu tidak sebanding dengan toko resmi yang menjual produknya langsung ke konsumen di platform e-commerce, termasuk toko Tokyo. Ia juga membenarkan banyak kendala dalam mengimpor barang ke Indonesia.

“TikTok itu beda, hanya platform saja, kita masih ada kendala, banyak,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki sempat khawatir dengan hadirnya platform e-commerce asal China, Temu, karena akan berdampak negatif terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) di Indonesia. Teten mengatakan platform tersebut lebih berbahaya dibandingkan TikTok store.

Selain sangat terjangkau, platform ini dapat menghilangkan banyak pekerjaan terkait rantai pasokan e-commerce. Tak hanya itu, Teten mengungkapkan, aplikasi asal China tersebut akan menghubungkan langsung antara pabrik dengan konsumen.

“Jadi berapa banyak lapangan kerja yang hilang dalam pendistribusiannya,” kata Teten, Senin, usai mengikuti rapat kerja bersama komisi. Tidak ada reseller, tidak ada anak perusahaan, dan produk sebenarnya lebih murah karena diproduksi dan diproduksi secara massal.” VI DPR RI di Gedung Parlemen.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel