Bisnis.com, Jakarta – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai pemerintah perlu memberikan dukungan lebih sistematis dan konsisten untuk menggenjot ekspor.

CEO Apindo Shinta W. Kamdani mengatakan dukungan tersebut dapat membantu pengusaha meningkatkan ekspor.

“Perlu dukungan pemerintah yang lebih sistematis dan konsisten untuk meningkatkan ekspor jika ingin melihat efektivitasnya pada neraca pembayaran,” kata Shinta kepada Bisnis, Senin (20 Mei 2024).

Shinta menegaskan, pengusaha hanya bisa meningkatkan ekspor jika iklim usaha atau investasi di Indonesia memungkinkan.

Ia mengatakan, di tengah pelemahan ekonomi global saat ini dan sedikit peningkatan permintaan ekspor, perusahaan dan importir Exit benar-benar berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga proses ekspor tetap berjalan. ន

Diantaranya dengan mengupayakan diversifikasi pasar, terutama eksportir besar, agar memiliki modal lebih untuk mencari pasar non-tradisional seperti India dan ASEAN.

Ia mengatakan hal ini sering dicapai melalui penggunaan perjanjian perdagangan seperti Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA), Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) atau perjanjian lain yang sudah ada. ន

Namun tentu saja keberhasilannya akan terbatas karena terbatasnya pula pelaku usaha yang dapat memulai upaya tersebut secara mandiri, ujarnya.

Shinta menilai, untuk meningkatkan efisiensi ekspor, pemerintah perlu melakukan intervensi secara berurutan atau memperbaiki ekosistem pendukung ekspor. Ia mengatakan hal ini bisa dimulai dengan pelonggaran dan fasilitasi alat bantuan seperti pembiayaan ekspor dan jaminan ekspor.

Namun, tanpa diversifikasi produk dan negara tujuan ekspor, pertumbuhan ekspor akan terbatas. ន

“Hal ini menggarisbawahi perlunya intervensi kebijakan, koordinasi, bahkan edukasi sistematis untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas ekspor yang ada serta mendiversifikasi tujuan ekspor dan non-ekspor yang berkualitas tinggi,” tutupnya. ន

Maklum, akibat pelemahan ekonomi global, ekspor nonmigas menurun dan defisit transaksi berjalan mencapai $2,2 miliar.

Sementara itu, operasi modal dan keuangan mencatat defisit sebesar $2,3 miliar akibat masuknya modal asing ke pasar obligasi dalam negeri. Dampaknya, neraca penyelesaian internasional Indonesia akan mengalami defisit sebesar US$ 6 miliar pada kuartal I tahun 2024.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel