Bisnis.com, Jakarta – Asosiasi Asuransi Keuangan Indonesia (APPI) mengungkapkan menurunnya kelas menengah dapat berdampak pada kredit bermasalah atau non-performing finance (NPF) berbagai perusahaan karena daya beli masyarakat menurun kemampuan membayar secara mencicil menurun.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), antara tahun 2019 hingga 2024, setidaknya 9,4 juta penduduk kelas menengah telah berpindah dari kasta ke kelas menengah, turun menjadi 47,85 juta pada tahun 2023, dengan jumlah penduduk juga mencapai 48,27 juta orang.

Sementara itu, NPF perusahaan pembiayaan tersebut sebesar 2,8% per Juni 2024, meningkat secara year-on-year (YoY) dan moon-on-month (MtM) menjadi 2,69% pada Juni 2023 dan 2,77% pada Mei 2024.

Perusahaan keuangan PT BRI Multifinance Indonesia (BRI Finance) mengungkapkan menyusutnya kelas menengah di Indonesia perlu diakui berdampak pada perusahaan. Terutama industri jasa keuangan dan tantangan keuangan yang dihadapi perusahaan semakin memburuk. Meningkatkan risiko kredit macet.

Dalam situasi ini, BRI Vahudi Darmawan, Chief Financial Officer, mengatakan perusahaan perlu menjaga kualitas kredit dan menyusun strategi untuk menjaga stabilitas perusahaan.

Sementara BRI Finance mencatat NPF mengalami penurunan sebesar 5 basis poin (bps) menjadi 1,83% pada Juli 2023, berada di bawah batas ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar 5%.

Wahiudi mengatakan, pihaknya juga telah melakukan berbagai strategi. Untuk mengatasi keuangan yang buruk.

“Pertama, fokus pada peningkatan kualitas keuangan dan penguatan infrastruktur pengumpulan,” kata Wahiudi saat dihubungi Bisnis, Rabu (9/4/2024).

Kedua, mengembangkan sistem risiko untuk meningkatkan mitigasi risiko, mengembangkan sistem credit scoring dan collection scoring.

Di sisi lain, PT CIMB Niaga Auto Finance (CNAF) atau CIMB Niaga Auto juga mengungkapkan NPF-nya tidak terpengaruh oleh penurunan segmen kelas menengah.

Hingga Agustus 2024, CNAF mencatatkan NPF perseroan sebesar 1,22%, meningkat 11 bps dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 1,32%.

Rasio kredit bermasalah juga membaik dibandingkan Juli 2024 yang sebesar 1,46%, kata Presiden CNAF Ristyawan Suharman.

“Dan hingga saat ini NPF CNAF masih lebih baik dibandingkan rata-rata industri multifinance, OJK mencatat NPF Juni 2024 sebesar 2,8%,” kata Ristyawan kepada Bisnis, Rabu [9/4/2024].

Ristyawan mengatakan, perseroan telah menerapkan berbagai strategi. Untuk menjaga kesehatan portofolio Anda, hal ini mencakup pembaruan pada sistem pemeringkatan untuk menentukan dan mensertifikasi kualitas klien yang disetujui dengan tingkat risiko yang terkendali.

CNAF juga aktif mengingatkan peminjam tentang pembayaran angsuran awal melalui fasilitas WhatsApp (WA) dan telepon.

Ristyawan mengatakan CNAF sedang mengembangkan teknologi menggunakan suara robot dan memperkuat prosedur Know Your Customer (KYC).

“CNAF akan meningkatkan saluran dan metode pembayaran angsuran agar pembayaran angsuran lebih mudah diakses oleh masyarakat,” ujarnya.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel.