Bisnis.com, JAKARTA – Masalah gizi buruk masih menimpa anak-anak di Indonesia. Masalah ini tidak hanya terjadi pada anak kurus dan pendek, tetapi juga pada anak yang kelebihan berat badan atau obesitas.

Berdasarkan penelitian terbaru yang dilakukan oleh Southeast Asian Nutrition Survey II (SEANUTS II) ditemukan bahwa anak-anak Indonesia masih menderita “Tiga Beban Gizi Buruk”, yaitu gizi buruk, gizi buruk, dan gizi buruk mikro. 

Prof. Dr. Dr. Rini Secartini, Sp. Artinya 3 dari 10 anak bertubuh pendek. 

Selain itu, prevalensi anemia sebesar 17,9 persen. Sementara itu, 16 persen anak usia 7 hingga 12 tahun mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.

Prof. Rini mengidentifikasi banyak tanda-tanda gizi buruk pada anak, antara lain tumbuh kembangnya tidak sesuai dengan tinggi badannya, anak menjadi sangat kurus, gemuk, pendek, dan sebagainya. 

Makanya gizi buruk mudah dikenali dari penampilan tubuhnya secara umum. Kalau anak kurang gizi dan kurus, lemak di lengan biasanya sedikit, sedangkan anak gemuk, kita lihat lemak di kulitnya tebal. . ujarnya usai jumpa pers di Jakarta, Jumat (8/11/2024).

Sementara itu, kesalahan orang tua yang menyebabkan gizi buruk pada anak sebagian besar terjadi pada saat memberikan makanan, terutama makanan pada waktu sarapan.

“Banyak orang yang memberi makan anaknya apa saja, tapi tidak memperhatikan keseimbangan yang lengkap, misalnya memberi nasi dan mie, itu semua karbohidrat. Jadi harus pastikan yang ada karbohidrat, protein saja, misalnya , telur, lalu sayur-sayuran, sedangkan buah-buahan tidak terlalu dibutuhkan.”

Sementara itu, pada pagi hari, penting juga untuk memperbanyak asupan makanan dengan susu sapi. 

Berdasarkan South East Asian Nutrition Study (SEANUTS II), hasilnya menunjukkan pentingnya sarapan dan susu di pagi hari yang dapat memenuhi kebutuhan vitamin D harian hingga 4,4 kali lipat dan kalsium hingga 4,4 kali lipat untuk anak Indonesia. 

Sementara itu, Prof. Rini mengatakan, secara umum anak yang sarapan pagi dengan susu memiliki kandungan mikronutrien vitamin A, B12, dan D, serta kalsium yang lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak sarapan susu. 

Jangan salah

Prof. Rini juga mengingatkan para orang tua terhadap anak gizi buruk, gizi buruk, dan obesitas agar tetap mendapatkan susu sapi. 

Ia mengatakan, “Tetap penting mengonsumsi susu bagi anak yang kelebihan berat badan. Seringkali orang tua tidak memahaminya, mereka mengira susu akan membuat mereka gemuk dan kemudian memberinya susu, padahal anak yang obesitas tidak ada masalah dengan susu. .” 

Pasalnya, komponen susu seperti vitamin D dan kalsium masih penting, terutama bagi anak-anak. Untuk mencegah anak mengalami kenaikan berat badan, hal yang perlu diperhatikan adalah mengonsumsi makanan lain yang tinggi kalori. 

“Kalau di kotaknya bisa dilihat berapa kalori susunya. Kalau anak gemuk, soal makan makanan lain, misalnya dikurangi karbohidratnya, atau diolah, misalnya dimasak dengan lemak tinggi, tidak ada perubahan,” katanya. 

Selain itu, jika anak alergi susu sapi atau memiliki intoleransi laktosa, Prof. Rini mengatakan nutrisi pada susu sapi bisa diganti dengan susu nabati atau pengganti susu yang lebih aman untuk bayi. 

Ia menambahkan: “Ada pengganti susu, susu khusus untuk penderita alergi. Jadi pastikan Anda memiliki semua nutrisi dan mikronutrien untuk menghindari stunting pada tumbuh kembang bayi Anda.”

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan Channel WA