Bisnis.com, RIO DE JANEIRO – Pemerintah akan mempertimbangkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% mulai 1 Januari 2025, khusus untuk produk makanan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, kenaikan PPN sebesar 12% pada awal tahun depan merupakan amanat Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan atau UU HPP yang ditandatangani pada 2021.
Airlangga kemudian menjelaskan, dalam undang-undang tersebut, pemerintah membedakan antara PPN dan pengecualian untuk industri tertentu yang ditanggung pemerintah.
“Kemudian akan ada industri yang PPNnya sebagian dibayar oleh pemerintah dan ada pula yang dikecualikan. Tentu kita lihat nanti, khusus untuk produk pangan,” ujarnya di hotel Hilton Copacabana di Rio de Janeiro, Brasil. , Selasa (19/11/2024).
Airlangga mengatakan pemerintah juga telah menyiapkan berbagai instrumen kebijakan untuk mempersiapkan dampak kenaikan PPN terhadap masyarakat.
“Nah, masih ada beberapa tools lain yang bisa dikembangkan,” jelasnya.
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Lembaga Ilmu Ekonomi dan Sosial (LPEM FEB UI), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menemukan bahwa kenaikan PPN berpotensi meningkatkan biaya pada keluarga masyarakat miskin.
Dalam Laporan Indonesia Economic Outlook 2025 Seri Analisis Makroekonomi, LPEM UI menemukan rata-rata beban pajak 20% rumah tangga termiskin adalah sekitar 3,93%, dengan tarif 10% antara tahun 201-2019.
Sementara itu, rata-rata beban pajak 20% rumah tangga terkaya mencapai 5,04%. Sementara itu, beban VA telah membaik di seluruh rumah tangga setelah pemerintah menurunkan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada tahun 2022.
“Pada tahun 2022 hingga 2023, rata-rata beban pajak bagi 20% masyarakat termiskin sebesar 4,79%, dan bagi 20% masyarakat terkaya sebesar 5,64%,” demikian laporan LPEM FEB UI (16/11). / 2024).
Temukan berita dan artikel lainnya di Google Berita dan saluran WA