Bisnis.com, Jakarta – Menteri Koordinator Perekonomian Erlanga Hararto menilai biofuel atau bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF) sebaiknya diproduksi oleh UKM, bukan perusahaan besar. 

Erlanga mengatakan, UKM bisa memproduksi biofuel dari minyak jelantah atau minyak bekas atau minyak inti sawit. Penciptaan bioteknologi oleh UKM akan memfasilitasi kemajuan mereka di kelas. 

Dikatakannya pada peluncuran program tahap lanjutan “Teknologi” untuk meningkatkan ekspor UKM di Indonesia di JCC Senayan, Senin (22/7/2024) “Permainan besar dalam biodiesel, biotom pertama yang diberikan kepada UKM.”

Selain itu, Erlanga mengatakan produksi bioelektrik sejalan dengan peta jalan Indonesia untuk menerapkan SAF 5% pada tahun 2025. 

Erlanga mengatakan, produksi bioelektrik berbasis klaster dan industrinya harus dikembangkan secara bertahap, mulai dari skala kecil hingga skala besar. Ke depan, UKM akan bersaing dengan produsen atau perusahaan besar. 

“Karena lawannya adalah perusahaan besar dengan produksi tahunan 250.000 ton, maka mereka akan bergerak jauh lebih lambat dibandingkan UKM,” jelasnya.

Peta jalan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 8 tahun ini untuk menetapkan langkah-langkah mitigasi perubahan iklim di sektor transportasi guna mencapai target kontribusi yang ditetapkan di tingkat nasional.

Dalam pemberitaan Bisnis sebelumnya, berdasarkan perkiraan PT Kilang Pertamina Indonesia (KPI), kebutuhan bahan bakar jet Indonesia diperkirakan meningkat menjadi 7,3 juta kiloliter per tahun atau pada tahun 2035. 125.000 barel per hari.

Dengan asumsi tingkat SAF meningkat dari 2% menjadi 5%, volume kebutuhan SAF diperkirakan sebesar 0,4 juta kiloliter per tahun atau 6,3 ribu barel per hari pada tahun 2035. 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan saluran WA